INFormasinasional.com, KOTA SOLOK – Dibalik slogan religius dan jargon moral pendidikan, aroma busuk pungutan liar menyeruak dari balik pagar hijau MTsN 1 Kota Solok. “Tabungan Akhirat” atau Tabarat yang semula dikampanyekan sebagai amal sukarela, kini menjelma menjadi simbol ironi, amal yang memeras, kebaikan yang mencederai.
Modusnya halus, bahkan nyaris suci. Setiap Jumat, lebih dari 900 siswa menyetor uang dengan dalih “menabung untuk akhirat”. Besarannya memang bervariasi, namun tekanan sosial dibaliknya menyesakkan. Tak menyumbang berarti siap menanggung cibiran, bahkan perundungan.
“Anak saya pernah menangis karena dibuli teman-temannya, hanya karena tak setor Tabarat,” tutur Mawar (nama samaran), seorang ibu buruh tani yang hidup pas-pasan, dengan mata berkaca-kaca, Rabu (5/11/2025) “Saya rela memulung, jadi tukang, apa saja, asal anak saya tidak dipermalukan lagi disekolah agama itu.”
Kisah Mawar bukan satu-satunya. Banyak orang tua di Kota Solok mengeluh, tapi tak berani bersuara. Tabarat seolah jadi ritual wajib disekolah negeri dibawah Kementerian Agama yang seharusnya menanamkan nilai kejujuran.
Namun, keheningan panjang itu mulai pecah.
Dibawah komando AKBP Mas’ud Ahmad, S.IK, M.Si, Tim Tipikor Polres Solok Kota bergerak cepat menelisik dugaan pungli berkedok amal tersebut. Kasat Reskrim IPTU Oon Kurnia Ilahi, S.H membenarkan penyelidikan sudah berlangsung lebih dari sebulan. “Sejumlah saksi telah diperiksa. Tidak menutup kemungkinan beberapa siswa juga akan kami mintai keterangan,” ujarnya.
Langkah cepat Polres Solok Kota ini menuai apresiasi publik. Sebab, dugaan pungli Tabarat telah lama menjadi gunjingan warga dan laporan investigatif INFormasinasional.com sejak Agustus lalu membuatnya meledak keruang publik.
Dibalik slogan “amal untuk surga”, terkuak dugaan bahwa sebagian dana Tabarat digunakan membayar utang koperasi sekolah sebesar Rp50 juta. Dana itu dipinjam atas nama bendahara Tabarat, ZLM, kepada Koperasi KPRI Kemenag Kota Solok pada akhir 2023. Hingga Agustus 2025, cicilan ke-20 sebesar Rp2,08 juta telah dibayar.
Publik pun bertanya: dari mana uang cicilan itu berasal, jika bukan dari keringat siswa miskin yang menyetor setiap Jumat?
Lebih tragis lagi, pihak sekolah kabarnya pernah tertipu oleh seseorang yang mengaku pejabat Pemko Solok. Oknum itu menawarkan hibah Rp300 juta dengan syarat menyetor Rp50 juta lebih dulu. Dana langsung ditransfer, namun hibah itu ternyata fiktif. Alih-alih melapor sebagai korban penipuan, pihak sekolah memilih diam.
Ketua LSM Forum Rembuk Anak Nagari, Akirizal Datuak Rangkayo Basa, menilai Tabarat ini berpotensi kuat masuk ranah pidana.
“Kalau tidak ada transparansi dan dasar hukum, ini bukan lagi sumbangan, tapi pungli yang disamarkan,” tegasnya.
Ia mengingatkan, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tegas melarang pungutan di sekolah, terutama pada jenjang pendidikan wajib belajar.
Namun, ketika dikonfirmasi, Kepala Sekolah MTsN 1 Kota Solok, Marta Rinalson, justru mengelak. “Saya tidak tahu pasti penggunaannya. Coba tanya kepengurus Tabarat,” ujarnya singkat.
Jawaban yang justru menambah kabut ketidakjelasan.
Kini, semua mata tertuju pada Polres Solok Kota. Publik menunggu: akankah Tabarat “tabungan menuju surga” justru menuntun sejumlah pihak kemeja hijau?
“Jangan biarkan kejahatan dibungkus kesalehan,” desak warga. “Kami menunggu ketegasan hukum, sebab keadilan tidak boleh kalah oleh dalih amal.”
Reporter: Yudistira
Editor: Misno Adi






Discussion about this post