INformasinasional.com, Langkat – Kasus dugaan korupsi pengadaan SMARTboard di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Langkat semakin menyeruak ke permukaan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat kini tengah melakukan penyelidikan intensif terhadap proyek senilai Rp49,9 miliar yang bersumber dari dana P-APBD (DAU) Tahun Anggaran 2024 tersebut. Hingga kini, 18 orang saksi telah dipanggil untuk dimintai keterangan, termasuk sejumlah pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pihak swasta.
Kasi Intelijen Kejari Langkat, Ika Lius Nardo SH MH, membenarkan proses penyelidikan yang tengah berlangsung. “Sejauh ini sudah 18 orang yang diperiksa, terdiri dari ASN dan pihak swasta. Semuanya masih dalam tahap penyelidikan untuk mendalami peran masing-masing,” ujar Nardo, Rabu (30/7/2025).
Menurutnya, pemeriksaan dilakukan secara maraton guna mengungkap dugaan praktik kotor di balik proyek pengadaan media pembelajaran digital berupa 312 unit SMARTboard tersebut. “Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini. Tidak ada kompromi terhadap penyimpangan anggaran, terlebih yang menyangkut sektor pendidikan,” tegas Nardo.
Dari 18 saksi yang diperiksa, sorotan publik tertuju pada Supriadi, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan smartboard 2024. Supriadi akhirnya memenuhi panggilan Kejari setelah sempat mangkir sebelumnya. Pantauan wartawan, ia tiba di kantor Kejari Langkat pukul 10.00 WIB menggunakan mobil Rush hitam BK 1764 ML. Mengenakan kemeja putih lengan pendek, Supriadi menjalani pemeriksaan hingga pukul 13.15 WIB sebelum akhirnya meninggalkan gedung kejaksaan.

Meski tidak menandatangani kontrak langsung, Supriadi disebut-sebut memegang kendali penuh atas proses transaksi pembelian smartboard. Informasi yang dihimpun menyebut, seluruh proses transaksi melalui akun e-purchasing Supriadi, yang menimbulkan dugaan kuat adanya manipulasi harga dan pengaturan spesifikasi barang.
Seorang sumber terpercaya menyebutkan adanya kejanggalan mencolok dalam proses pengadaan ini. “Perda P-APBD disahkan 5 September 2024, RUP tayang di SiRUP pada 10 September 2024, paket e-purchasing dibuat pada hari yang sama, lalu surat pesanan terbit 11–12 September 2024, dan barang sudah diserahterimakan 23 September 2024. Terlalu cepat, bahkan merek dan tipe barang sudah dicantumkan di SiRUP sejak awal. Ini jelas indikasi monopoli,” ungkap sumber yang enggan disebut namanya.
Lebih mencurigakan lagi, sekolah swasta milik Supriadi, SMPS Tunas Mandiri, menerima 4 unit smartboard, sementara sejumlah SMP Negeri tidak kebagian distribusi secara merata. Padahal, sesuai aturan, barang yang diberikan kepihak ketiga harus melalui mekanisme hibah, sementara anggaran pengadaan ini berasal dari pos belanja modal yang seharusnya menjadi aset pemerintah daerah.
Proyek pengadaan smartboard ini terbagi untuk tingkat SMP senilai Rp17,9 miliar dan tingkat SD sebesar Rp32 miliar. SMARTboard yang dibeli adalah Viewsonic VS18472 75 inch dengan harga satuan Rp158 juta per unit, plus biaya pengiriman Rp620 juta. Pihak penyedia yang ditunjuk adalah PT Gunung Emas Ekaputra dan PT Global Harapan Nawasena, keduanya hanyalah agen atau reseller yang memperoleh barang dari PT Galva Technologies Tbk.
Dengan mekanisme yang serba kilat, harga yang mencurigakan, serta keterlibatan oknum yang memiliki konflik kepentingan, penyidik Kejari Langkat diduga tengah menelusuri adanya kerugian negara yang signifikan dalam proyek ini.
Sejumlah pihak mendesak agar Kejari Langkat segera meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka. “Jika semua bukti dan keterangan saksi mengarah pada penyimpangan, terutama peran PPK, maka tidak ada alasan untuk menunda penetapan tersangka,” tegas sumber tersebut.(Misno)