INFORMASINASIONAL.com, DUMAI — Asap hitam pekat menggantung dilangit Dumai, Riau, Rabu (1/10/2025) malam. Bau menyengat minyak terbakar menusuk hidung warga yang berhamburan keluar rumah. Dikejauhan, kobaran api menjilat salah satu unit Kilang Minyak Pertamina Dumai, meninggalkan kecemasan yang sudah terlalu akrab bagi masyarakat sekitar.
Pertamina buru-buru mengirimkan tim tanggap darurat. Sirene meraung, armada pemadam disiagakan, dan pekerja dikilang dievakuasi. “Petugas penanganan diturunkan untuk segera melakukan pemadaman kelokasi kejadian. Fokus kami mengisolasi titik api agar tidak meluas kearea lain,” kata Agustiawan, Area Manager Communication, Relations & CSR RU Dumai Subholding Refining & Petrochemical PT KPI, dalam keterangan tertulis.
Meski api berhasil dijinakkan dalam beberapa jam, asap kebakaran telanjur menyelimuti kota. Warga resah, sebagian mengeluhkan sesak napas. Namun seperti biasa, jawaban Pertamina sama: penyebab kebakaran masih misterius. “Tim masih fokus pemadaman. Penyebab belum dapat dipastikan,” kata Agustiawan.
Kilang Dumai bukan sekali dua kali terbakar. Dalam satu dekade terakhir, insiden serupa telah berulang kali terjadi. Pada 2021, ledakan diarea kompresor menggetarkan kaca rumah warga. Dua tahun berselang, 2023, kebakaran tangki penyimpanan kembali membuat warga panik dan sempat mengungsi. Kini, 2025, bara api lagi-lagi menyalak.
“Ini bukan kebetulan. Kalau insiden berulang, berarti ada persoalan serius disistem keamanan kilang,” kata Ahmad Syafii, pakar energi dari Universitas Riau. Menurutnya, kilang minyak sebesar Pertamina Dumai seharusnya dilengkapi sistem proteksi berlapis, mulai dari sensor kebocoran, pendingin otomatis, hingga manajemen risiko kebakaran yang ketat. “Kalau masih terbakar, patut diduga ada kelalaian atau standar keselamatan yang dilonggarkan.”
Bagi warga Dumai, setiap kobaran api bukan sekadar gangguan kenyamanan, melainkan ancaman nyata. Jarak rumah mereka hanya beberapa kilometer dari kilang. Setiap kali sirene meraung, detak jantung ikut berpacu. “Kami takut ada ledakan besar. Anak-anak sering batuk setelah kebakaran karena asap masuk ke rumah,” ujar Fitri, warga Kelurahan Bukit Kapur.
Lembaga lingkungan hidup WALHI Riau menuding Pertamina terlalu sering berlindung dibalik kalimat “permohonan maaf” tanpa ada perubahan signifikan. “Setiap kali terbakar, mereka bilang ‘mohon doa’. Tapi tak ada transparansi investigasi, tak ada laporan publik soal penyebab, tak ada jaminan insiden tak terulang,” kata Dedi Harianto, Direktur WALHI Riau.
Menurut WALHI, kebakaran kilang tak hanya soal kerugian korporasi, tetapi juga ancaman kesehatan jangka panjang bagi warga sekitar. “Bayangkan berapa banyak partikel beracun yang terlepas ke udara setiap kali terjadi kebakaran,” tegas Dedi.
Insiden di Dumai hanya menambah daftar panjang kebakaran dikilang Pertamina. Pada 2021, kilang Balongan di Indramayu terbakar hebat hingga menimbulkan ledakan yang terdengar puluhan kilometer. Cilacap, kilang raksasa di Jawa Tengah, juga sempat dilanda api beberapa kali dalam satu dekade terakhir.
Pola ini menimbulkan pertanyaan serius apakah kilang-kilang Pertamina memang rapuh? Atau ada standar keselamatan yang tak pernah benar-benar ditegakkan?
“Kalau kilang minyak diluar negeri, satu kebakaran saja bisa memicu audit total dan tanggung jawab hukum besar. Di Indonesia, kebakaran bisa berulang, tapi selalu ditutup dengan permintaan maaf,” ujar Syafii.
Kilang Dumai adalah salah satu dari enam kilang utama Pertamina, dengan kapasitas produksi ratusan ribu barel per hari. Ia adalah jantung energi Sumatera. Namun setiap kali api berkobar, reputasi Pertamina ikut terbakar.
Publik bertanya berapa lama lagi Pertamina akan terus menutupinya dengan kata “doa”? Warga Dumai tahu betul, dibalik pagar tinggi kilang, bara api tak pernah benar-benar padam. Ia hanya menunggu waktu untuk kembali menyala.(Misn’t)
Discussion about this post