INformasinasional.com, YAMAN – Gelombang laut Teluk Aden kembali memakan korban. Minggu (3/8/2025) dini hari, satu kapal kayu yang membawa 154 migran asal Ethiopia terbalik di perairan selatan Yaman. Tragedi ini menewaskan sedikitnya 68 orang dan membuat 74 lainnya hilang, meninggalkan duka mendalam digaris pantai Provinsi Abyan, Yaman.
Bagi para migran ini, laut bukan sekadar perbatasan, tetapi jalan terakhir menuju mimpi hidup layak dinegara-negara Teluk Arab. Namun, perjalanan itu justru berubah menjadi kuburan massal dilaut terbuka.
Dilansir CNN, Kepala Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Yaman, Abdusattor Esoev, menyebut tragedi ini sebagai salah satu yang terburuk tahun ini.
“Kami menemukan 54 jenazah terdampar dipantai Khanfar. 14 lainnya mengapung dilaut. Banyak tubuh yang tidak lagi bisa dikenali, dan 74 orang masih hilang, kemungkinan besar tak lagi bernyawa,” ungkap Esoev dengan nada berat.
Otoritas Abyan menggelar pencarian besar-besaran. Namun garis pantai yang luas membuat prosesnya penuh kesulitan. Banyak warga setempat terpaksa menutup hidung saat membantu mengumpulkan jenazah yang hanyut terbawa arus.
Seorang korban selamat, Hassan (22), menceritakan bagaimana mereka terjebak dikapal yang nyaris hancur dihantam ombak.
“Kami dipaksa naik oleh penyelundup. Kapal itu terlalu kecil untuk menampung kami semua. Tiba-tiba ombak besar datang. Saya hanya ingat teriakan orang-orang dan tubuh-tubuh yang hilang ditelan laut,” kata Hassan dengan tubuh gemetar, masih dirawat dirumah sakit Zinjibar.
Ia menambahkan, banyak di antara mereka tidak bisa berenang, termasuk seorang ibu muda yang membawa bayinya. “Saya melihat dia memeluk bayinya hingga akhirnya keduanya tenggelam bersama,” ujarnya lirih.
Meski Yaman terjerat perang selama lebih dari satu dekade, negara ini tetap menjadi jalur transit utama migran dari Tanduk Afrika menuju negara-negara Teluk. Mereka menempuh perjalanan darat berhari-hari, lalu menyeberangi laut dengan kapal reyot penuh sesak yang dikendalikan penyelundup tak berperikemanusiaan.
Menurut catatan IOM, sejak awal 2025, ratusan migran telah tewas atau hilang di perairan ini. Pada Maret lalu, empat kapal terbalik di Yaman dan Djibouti, menewaskan dua orang dan membuat 186 migran hilang tanpa jejak.
Esoev menyerukan agar dunia internasional tidak tinggal diam.
“Setiap angka korban adalah nyawa manusia yang punya mimpi dan keluarga menunggu di rumah. Migrasi paksa ini adalah akibat kemiskinan, konflik, dan keputusasaan. Tanpa solusi global, tragedi seperti ini akan terus berulang,” tegasnya.
Sementara itu, otoritas Yaman berjanji memperketat patroli laut untuk memutus jalur penyelundupan. Namun, banyak pihak pesimis tanpa dukungan internasional yang lebih besar.
Pantai Khanfar kini dipenuhi kain kafan sederhana. Warga setempat bergotong royong menggali kuburan massal, sementara suara tangis para korban selamat memecah kesunyian.
Diantara jasad-jasad itu, ada anak-anak kecil yang belum sempat mengenal dunia, dan ibu-ibu muda yang mati memeluk bayi mereka. Laut yang mereka harapkan sebagai jalan menuju kehidupan baru, justru menjadi liang lahat terakhir mereka.(sumber: CNN)