INformasinasional.com, JAKARTA – Kasus maut yang merenggut nyawa pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, kembali menyeret nama besar di tubuh Korps Brimob. Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memang sudah menjatuhkan sanksi demosi tujuh tahun kepada Bripka Rohmat, sopir rantis yang menabrak dan melindas Affan. Namun, dibalik keputusan itu, muncul fakta mengejutkan: Rohmat tak bergerak sendiri. Ia berada dibawah kendali langsung Komandan Batalyon Resimen IV Korbrimob Polri, Kompol Cosmas K Gae.
“Terduga pelanggar, atau sekarang sudah diputuskan, hanya melaksanakan tugas di bawah kendali Kompol Cosmas,” ujar Komisioner Kompolnas, Ida Oetari Poernamasari, di Gedung TNCC Mabes Polri, Kamis (4/9/2025).
Bripka Rohmat memang sopir bersertifikat. Ia punya lisensi resmi mengemudikan kendaraan taktis. Tapi, dilapangan, yang menentukan arah bukan sepenuhnya kemudi. Ada komando, ada instruksi. Bahkan, kata Kompolnas, kondisi rantis yang memiliki titik buta (blind spot) membuat pengemudi nyaris tak bisa melihat kondisi riil diluar. Semua bergantung pada aba-aba dari komandan disebelahnya. Dan pada saat itu, duduklah Kompol Cosmas dikursi penentu.
Majelis etik menyebut Rohmat melanggar kode etik, menyematkan label “perbuatan tercela,” lalu memutuskan hukuman demosi. Sanksi yang terdengar keras, demosi tujuh tahun, setara dengan sisa masa dinasnya di Polri. Namun keputusan ini justru menimbulkan tanda tanya baru: benarkah Rohmat aktor utama? Atau sekadar pion yang dikorbankan dalam tragedi berdarah di Jakarta, 28 Agustus lalu?
Fakta lain yang dipaparkan Ida menambah luka. “Kondisi psikologis didalam rantis juga jadi pertimbangan,” ujarnya. Artinya, Rohmat bukan hanya berhadapan dengan situasi lapangan yang penuh risiko, tapi juga tekanan mental dalam ruang besi penuh senjata.(Misn’t)