INformasinasional.com, SIDOARJO – Malam di Sidoarjo kembali diselimuti duka. Tragedi ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny di Tanggulangin, Jawa Timur, belum juga menunjukkan tanda-tanda berakhir. Tim SAR Gabungan menemukan tiga jenazah lagi pada Jumat (3/10/2025) sore. Angka korban tewas pun melonjak menjadi 13 orang, sementara puluhan lainnya masih diyakini terjebak dibalik bongkahan beton dan puing bangunan.
“Pada sore hari ini, secara beruntun pada pukul 17.15 WIB ditemukan satu korban lagi, 17.20 korban kedua, dan 17.30 korban ketiga. Jadi, sore ini bertambah tiga korban,” ujar Kepala Kantor SAR Kelas A Surabaya, Nanang Sigit, yang juga bertindak sebagai SAR Mission Coordinator, di Posko SAR Gabungan Sidoarjo.
Jenazah-jenazah tersebut ditemukan disektor A3 dan A2, lokasi yang disebut sebagai titik paling rawan karena tertimbun material berat dari struktur utama gedung. “Kondisi jenazah relatif utuh, meski sudah mengalami pembengkakan,” kata Nanang.
Pencarian hari kelima sejak gedung ponpes itu luluh lantak bak rumah kertas, menunjukkan betapa berat medan evakuasi. Pagi hingga siang hari, Tim SAR lebih dulu mengeluarkan lima jenazah dari reruntuhan. Hingga petang, total korban yang berhasil dievakuasi berjumlah 116 orang, terdiri dari 103 selamat dan 13 meninggal dunia.
Namun, dibalik angka itu, masih ada 53 jiwa yang belum ditemukan. Bayangan bahwa puluhan santri masih terkubur membuat suasana posko kian mencekam. “Hari ini total delapan korban ditemukan. Semua yang meninggal langsung dibawa ke RS Bhayangkara Polda Jatim untuk proses identifikasi lebih lanjut,” jelas Nanang.
Disekitar lokasi, tangisan keluarga korban bercampur dengan bau anyir kematian yang makin menyengat. Beberapa orang terlihat histeris setiap kali kantong jenazah berwarna oranye diangkat dari reruntuhan. “Anak saya belum ketemu… tolong cari terus,” teriak seorang ibu, sambil meronta dipelukan relawan.
Aroma tubuh yang membusuk mulai menusuk hidung. Petugas medis dilapangan terpaksa mengenakan masker tebal. Pencarian tak hanya melawan kerasnya beton, tetapi juga waktu yang terus berlari. “Semakin lama tertimbun, semakin kecil kemungkinan korban ditemukan dalam kondisi hidup,” kata seorang relawan PMI dengan nada berat.
Tragedi ini sekaligus memunculkan pertanyaan yang belum dijawab: mengapa bangunan pesantren bisa ambruk sedemikian rupa? Padahal, gedung yang runtuh disebut baru direnovasi dua tahun lalu. Dugaan sementara, ada masalah serius pada struktur bangunan.
“Kalau konstruksinya sesuai standar, mustahil rubuh secepat itu,” kata seorang dosen teknik sipil dari ITS Surabaya yang enggan disebut namanya. Ia menambahkan, penyelidikan forensik bangunan mutlak dilakukan untuk memastikan apakah ada unsur kelalaian.
Di RS Bhayangkara, deretan kantong jenazah mulai memenuhi ruang identifikasi. Tim DVI Polda Jatim sibuk melakukan pencocokan sidik jari, gigi, dan DNA. Sementara itu, pemerintah daerah menyiapkan pemakaman massal jika jumlah korban meninggal terus bertambah.
“Ini bukan sekadar musibah, ini tamparan keras bagi kita semua,” kata seorang tokoh masyarakat Sidoarjo. “Bagaimana mungkin ratusan nyawa santri dipertaruhkan hanya karena kelalaian bangunan?”
Kini, masyarakat menunggu: apakah aparat hanya berhenti pada hitung-hitungan korban, atau berani membongkar siapa yang bertanggung jawab dibalik tragedi mematikan ini.(MISN’T)
Discussion about this post