INformasinasional.com, MEDAN – Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Faisal Hasrimy, mendadak jadi pusat perhatian. Bukan karena gebrakan program kesehatan gratis Universal Health Coverage (UHC) yang ia paparkan di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (17/9/2025) siang. Melainkan karena adegan tak biasa: lari terbirit-birit, menghindar dari kerumunan wartawan.
Begitu mikrofon dan kamera diarahkan padanya, Faisal yang juga mantan Penjabat Bupati Langkat itu memilih bungkam. Senyum tipis tanpa sepatah kata menjadi tameng dingin menghadapi pertanyaan pedas soal dugaan korupsi pengadaan 312 unit Smartboard senilai Rp49,9 miliar di Dinas Pendidikan Langkat. Adegan itu berakhir dramatis. Faisal menghilang dibalik pintu, meninggalkan tanya yang lebih besar.
Kasus Smartboard ini bukan sekadar proyek pengadaan alat bantu belajar berbasis teknologi. Anggaran jumbo, Rp49,9 miliar, menimbulkan tanda tanya sejak awal. Proyek berlangsung dimasa Faisal menjabat Penjabat Bupati Langkat, mulai 20 Februari 2024 hingga 3 Maret 2025.
Kejari Langkat pun tak tinggal diam. Sejumlah ruangan di Dinas Pendidikan digeledah, dokumen dicokok, dan 112 saksi sudah diperiksa secara bergilir. Penyidik masih berburu bukti yang berpotensi menyeret nama-nama besar.
“Kami masih mencari alat bukti dan mendalami potensi kerugian negara,” tegas Kasi Pidsus Kejari Langkat, Rizki Ramadhani.
Nada serupa diungkapkan Kasi Intelijen Kejari Langkat, Ika Luis Nardo. “Tidak ada tebang pilih. Semua pihak yang diduga terlibat akan dimintai keterangan,” katanya, membuka ruang besar kemungkinan Faisal bakal dipanggil.
Sorotan makin tajam saat terungkap perusahaan penyedia, PT Gunung Emas Ekaputra, ternyata baru terdaftar di situs LKPP. Statusnya pun sekadar distributor di bawah perusahaan lain. Pertanyaan publik kian keras: bagaimana mungkin perusahaan “hijau” menggarap proyek ratusan miliar?
Lebih ironis lagi, saat unit Smartboard disalurkan ke sekolah-sekolah pada September 2024, alat itu ternyata cacat fungsi. Alih-alih memudahkan pembelajaran, perangkat hanya bisa beroperasi dengan jaringan Wi-Fi pribadi.
Alih-alih inovasi pendidikan, proyek ini malah menjelma beban, menyedot anggaran rakyat, dan meninggalkan jejak tanda tanya.
Faisal Hasrimy boleh saja tersenyum dingin dan berlari menghindar, tapi diamnya justru makin mengguncang. Publik menuntut jawaban: apakah ia hanya “penonton” dibalik proyek jumbo ini, atau justru aktor penting yang tahu persis siapa bermain di balik panggung?
Sementara itu, bayang-bayang jerat hukum makin dekat. Kejari Langkat berjanji tak akan berhenti pada level staf teknis. “Semua pihak yang diduga terlibat akan kami kejar,” ujar Rizki tegas.
Kini, bola panas kasus Smartboard Rp49,9 miliar itu bergulir liar. Dan lari Faisal dari wartawan hanyalah fragmen kecil dari drama besar: skandal korupsi yang berpotensi menyeret pejabat hingga ke kursi pesakitan.(Tim)
