INformasinasional.com, Kendal — Petualangan seru yang diimpikan enam mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang di Sungai Singorojo, Kendal, Jawa Tengah, berubah menjadi duka mendalam. Arus deras yang tak bersahabat menelan lima jiwa muda, menyisakan satu nama yang hingga kini masih dalam pencarian: Nabila Yulian Desi.
Rabu (5/11) pagi, tim SAR gabungan kembali menemukan satu jasad ditepian Sungai Singorojo, Dusun Karet Bulu. Tubuh itu, dingin dan pucat, teridentifikasi sebagai Muhammad Jibril Assyarifa, mahasiswa asal Gresik. Ia menjadi korban kelima yang ditemukan setelah sehari sebelumnya tiga rekannya Riska Amelia, Sifa Nadilah, dan M. Labib Rizki lebih dulu ditemukan tak bernyawa.
“Temuannya sekitar pukul 09.30 WIB. Lokasinya tak jauh dari tempat mereka hanyut. Tapi medan sangat sulit, penuh bebatuan dan arus masih kuat,” ujar Kepala BPBD Kendal, Ali Sutaryo, yang memimpin langsung proses evakuasi, Rabu siang.
Evakuasi berlangsung dramatis. Tim harus berjibaku dengan medan licin dan derasnya air. Tubuh Jibril akhirnya berhasil diangkat setelah perjuangan panjang, lalu dibawa ke RSUD Soewondo Kendal. Di sana, keluarga sudah menanti dengan tangis yang tak terbendung—menjemput kepulangan terakhir putra mereka.
“Jenazah langsung dibawa ke rumah duka di Gresik untuk dimakamkan,” kata Ali lirih.
Namun duka belum usai. Hingga sore hari, satu korban lagi belum ditemukan. Tim gabungan terus menyisir sungai sepanjang beberapa kilometer, menggunakan dua metode: penyisiran manual dan perahu karet.
“Upaya pencarian masih kami lanjutkan sampai korban terakhir ditemukan,” tegas Ali.
Tragedi bermula saat keenam mahasiswa itu melakukan kegiatan tubing menyusuri sungai dengan ban karet dikawasan wisata Singorojo, Selasa (4/11). Namun, derasnya arus akibat hujan lebat mendadak mengubah kesenangan menjadi malapetaka. Dalam hitungan menit, mereka terseret, tak sempat menyelamatkan diri.
Aktivitas tubing yang kian populer di kalangan muda ini kini disorot tajam. Banyak pihak menilai minimnya pengawasan dan mitigasi risiko dilokasi wisata air menjadi bom waktu.
“Ini bukan sekadar musibah, tapi alarm keras bagi semua pihak. Wisata air tanpa standar keselamatan hanya menunggu korban berikutnya,” ujar salah satu relawan SAR dilokasi, dengan wajah letih dan mata merah.
Kini, Sungai Singorojo yang semula ramai oleh tawa mahasiswa, hanya menyisakan suara arus yang menggeram, menyapu jejak langkah mereka yang tak pernah kembali.**






Discussion about this post