INformasinasional.com, LABUHANBATU – Jalan SM Raja, Rantauprapat, mendadak memanas. Ratusan mahasiswa yang menamakan diri Koalisi Rakyat Mahasiswa Menggugat Labuhanbatu (KRAMAT) mengepung gedung DPRD Labuhanbatu, Senin 1 September 2025. Suara yel-yel dan pekikan orasi mereka menggema, menohok jantung kekuasaan lokal.
Aksi yang digerakkan elemen mahasiswa lintas organisasi HIMMAH, GMNI, HMI, hingga berbagai BEM kampus di Rantauprapat, bahkan diperkuat massa dari Labuhanbatu Selatan dan jaringan aktivis Bilah Hilir (Jabir), tak sekadar unjuk gigi. Mereka membawa enam tuntutan keras yang menyasar langsung jantung politik nasional.
Isi tuntutannya pedas dan menusuk. Pertama, mendesak DPRD Labuhanbatu bersama masyarakat menekan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) agar memberi sanksi hukum dan etik terhadap anggota legislatif dari DPR RI hingga DPRD Kabupaten yang dinilai kerap melontarkan pernyataan provokatif, memicu kerusuhan, dan merusak stabilitas negara.
Kedua, mahasiswa menuntut DPRD Labuhanbatu menyatakan sikap tegas mendukung pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset serta menolak tunjangan fantastis bagi anggota DPR. “Rakyat makin menderita, mereka malah sibuk menambah fasilitas! Apakah kursi empuk dan mobil mewah lebih penting daripada perut rakyat yang kosong?” teriak seorang orator dari atas mobil komando, disambut sorak massa.
Tuntutan ketiga dan keempat menyentuh luka bangsa. Mereka mendesak Presiden membebaskan seluruh massa aksi yang ditahan sejak demonstrasi 25 Agustus 2025 di berbagai daerah, serta menuntut Polri membuka tabir kasus kematian seorang driver ojek online dalam aksi Jakarta. Polri juga diminta menghentikan tindakan represif, khususnya di Sumatera Utara, di mana aparat dituding bertindak brutal terhadap rakyat yang menyuarakan aspirasi. “Kami bukan musuh negara! Suara kami bukan makar, ini jeritan rakyat yang lapar!” seru mahasiswa lainnya.
Tuntutan paling tajam menghentak di poin kelima dan keenam: mendesak Presiden mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Sumut Irjen Whisnu Herman Februanto, sekaligus mereformasi total Undang-Undang Kepolisian. “Polisi seharusnya mengayomi rakyat, bukan menggebuk rakyat. Jika tak bisa, lebih baik angkat kaki dari jabatannya!” pekik massa dengan nada murka.
Aksi yang berlangsung di bawah kawalan ketat aparat gabungan Polres Labuhanbatu, Kodim 0209/LB, Satpol PP hingga Satlak BPBD itu berlangsung panas namun tertib. Kapolres AKBP Choky Sentosa Meliala dan Dandim Letkol Inf Yudi Ardian Syahputro tampak langsung memimpin pengamanan.
Menariknya, sejumlah anggota DPRD Labuhanbatu justru memilih turun langsung membaur bersama massa. Mereka bahkan membacakan delapan pernyataan sikap sebagai bentuk respons atas gelombang aspirasi mahasiswa.
Demonstrasi ini menjadi sinyal kuat bahwa bara perlawanan mahasiswa belum padam. Dari Rantauprapat, api protes itu bisa saja merambat ke daerah lain, membentuk gelombang besar yang sulit dibendung.
(Laporan: Fajar DH)