INformasinasional.com – Nias Selatan
Langkah hukum Kejaksaan Negeri Nias Selatan kembali menorehkan babak baru dalam pemberantasan korupsi di wilayah kepulauan. Senin (1/9/2025), mantan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Selatan, berinisial ES, resmi dijebloskan ke tahanan. Ia dituding terlibat dalam pusaran korupsi anggaran belanja langsung Dinas Pendidikan tahun anggaran 2016 yang menyeret kerugian negara fantastis: Rp1,184 miliar.
ES, warga Desa Hilianaa, Kecamatan Telukdalam, itu diduga memainkan peran kunci dalam skandal penyalahgunaan dana Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GUP). Dana yang seharusnya untuk menunjang roda pendidikan justru raib di tangan oknum. Temuan tersebut diperkuat dengan Laporan Hasil Audit (LHA) Inspektorat Kabupaten Nias Selatan, yang mengonfirmasi bobolnya kas daerah hingga miliaran rupiah.
Kepala Kejaksaan Negeri Nias Selatan, Edmond N. Purba, SH, MH, tak menutupi keseriusannya dalam kasus ini. Didampingi Kasi Pidsus Lintong Samuel, SH, dan Kasi Intelijen Alex Bill Mando, SH, ia menyampaikan kepada wartawan bahwa penyidik telah mengantongi bukti cukup untuk menyeret ES ke meja hijau.
“ES ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi anggaran belanja langsung dana Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GUP) Dinas Pendidikan, bersumber dari APBD Kabupaten Nias Selatan TA 2016,” tegas Edmond.
Kasus ini sejatinya bukan cerita baru. Ia berawal dari hasil audit BPK RI Perwakilan Sumatera Utara yang menemukan ketekoran kas pada Dinas Pendidikan tahun 2016. Kala itu, Pianus Laowo, bendahara pengeluaran, dinyatakan bersalah dan sudah divonis dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Desember 2024. Namun, fakta persidangan membuka simpul baru: keterlibatan ES.
“Berdasarkan putusan pengadilan terhadap Pianus Laowo, penyidik melakukan pengembangan. Dari alat bukti dan fakta persidangan, jelas ES ikut bertanggung jawab. Itu sebabnya ia kini dijadikan tersangka,” papar Edmond.
Tak main-main, ES kini berhadapan dengan jerat pasal berat: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara hingga seumur hidup. Subsider, ia juga dijerat Pasal 3 UU Tipikor yang tetap mengancam hukuman maksimal 20 tahun.
Kasus ini kembali menohok wajah suram pengelolaan anggaran pendidikan di daerah. Dana yang seharusnya mengalir untuk mencerdaskan anak bangsa, malah dikemplang untuk memperkaya segelintir pejabat.
Kejaksaan Negeri Nias Selatan memastikan penahanan ES bukan akhir, melainkan pintu masuk untuk membongkar jaringan gelap yang lebih luas. “Kami akan terus menelusuri apakah ada pihak lain yang ikut menikmati aliran dana haram tersebut,” pungkas Edmond.
Kini, publik menunggu: apakah hukum benar-benar akan menuntaskan kasus ini sampai ke akar, atau lagi-lagi hanya berhenti pada “kambing hitam” semata?
Reporter: Mareti Tafonao