INformasinasional.com, Purworejo — Siang di Desa Dewi, Kecamatan Bayan, Purworejo, berubah jadi kepanikan. Dentuman keras disusul jeritan warga terdengar bersahut-sahutan. Ditengah debu dan serpihan kaca, sebuah mobil operasional Makan Bergizi Gratis (MBG) ringsek parah setelah disambar Kereta Api Mataram jurusan Solo Balapan–Pasar Senen, Minggu (19/10/2025).
Tragedi itu kini menelan dua korban jiwa. Retno Yugo Pamungkas (31), warga Kutoarjo, tewas ditempat dengan luka parah dibagian kepala dan dada. Sementara rekannya, Nur Syarifudin (26), sempat meregang nyawa dirumah sakit sebelum akhirnya meninggal sekitar pukul 17.00 WIB.
“Iya betul, Nur Syarifudin meninggal di RS Palang Biru Kutoarjo. Jenazahnya sudah dibawa kerumah duka dan akan dimakamkan besok,” ujar Supar, Kepala Desa Jrakah, saat dihubungi INformasinasional.com, Minggu petang.
Menurut keterangan AKP Tulus Priyanto, Kapolsek Bayan, kecelakaan terjadi diperlintasan tanpa palang pintu dikilometer 481+3 petak jalan Jenar–Kutoarjo. Mobil MBG dengan nomor polisi AA 8041 UV melaju dari arah utara menuju selatan.
“Pada saat yang bersamaan, KA Mataram dari arah timur ke barat melintas. Mobil langsung tertabrak dan terpental hingga 10 meter, kepala mobil masuk ke saluran air,” ujar Tulus dilokasi kejadian.
Benturan keras membuat bagian depan mobil hancur tak berbentuk. Petugas Inafis Polres Purworejo bersama warga membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk mengevakuasi korban dari kabin yang ringsek.
Mobil naas itu merupakan kendaraan operasional program Makan Bergizi Gratis (MBG), program pemerintah yang mengantarkan makanan sehat ke lsekolah-sekolah. Ironis, kendaraan pembawa misi sosial itu justru menjadi saksi bisu maut direl tanpa pengaman.
Belum diketahui pasti kemana tujuan mobil MBG tersebut pagi itu. “Tujuannya masih kita dalami,” kata AKP Tulus.
Namun sejumlah warga menyebut mobil itu kerap melintas dijalur yang sama. “Sudah sering lewat sini, Mas. Tapi rel ini memang rawan, nggak ada palang, nggak ada petugas jaga. Cuma tanda peringatan kecil,” kata Jumadi (47), warga sekitar, sambil menunjuk papan bertuliskan awas kereta api yang catnya sudah pudar.
Data yang dihimpun dari warga menunjukkan, perlintasan Dewi Bayan bukan pertama kali menelan korban. Dalam lima tahun terakhir, sudah tiga kali terjadi kecelakaan serupa. Namun peringatan dan janji perbaikan tak pernah berujung nyata.
“Dulu katanya mau dipasang palang otomatis, tapi sampai sekarang nggak ada. Kalau sudah begini, baru rame lagi,” ujar Jumadi getir.
Sementara itu, Humas Daop 6 Yogyakarta, Eko Budiyanto, membenarkan adanya kecelakaan tersebut. Ia menyayangkan masih banyak pengendara yang nekat melintas tanpa memperhatikan sinyal kereta.
“Setiap kali melintas direl sebidang, pengendara wajib berhenti, tengok kanan kiri, pastikan aman. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Pemda untuk penutupan perlintasan liar,” kata Eko saat dihubungi malam ini.
Menjelang senja, lokasi kejadian kembali sunyi. Hanya tersisa bekas lumpur, pecahan kaca, dan garis polisi yang membentang diantara dua batang rel. Sirene ambulan sudah lama padam, namun bau anyir besi dan oli masih menyengat.
Dua keluarga kini kehilangan orang-orang yang dikenal ulet dan ramah. Mereka hanya ingin menjalankan tugas sosial, tapi maut keburu datang direl tanpa palang.
“Rel ini seperti mengintai korban. Tidak ada yang menyangka, tapi selalu menunggu lengah,” gumam seorang warga tua dipinggir jalur, menatap kearah barat ketempat kereta Mataram tadi datang membawa maut.(Misn’t)
Discussion about this post