INformasinasional.com, Bulukumba – Proses mediasi bipartit antara pihak PT Midi Utama Indonesia Tbk (pengelola jaringan ritel Alfamidi) dengan mantan karyawan Wahyuddin, warga asal Kabupaten Bulukumba, yang digelar di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) pada Rabu (9/10/2025), belum menghasilkan kesepakatan.
Wahyuddin, yang telah bekerja selama 14 tahun di perusahaan tersebut, menyatakan keberatan atas keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dianggap sepihak dan tidak sesuai prosedur.
Pasalnya Surat pemberitahuan pemutusan hubungan kerja tersebut tertanggal 30 September 2025, bersamaan terbitnya dengan surat keputusan PHKnya, hal ini menurutnya mengabaikan hak-hak pembelaan dirinya atas pelanggaran yang dituduhkan.
Ia menuntut agar perusahaan memenuhi hak-haknya, dan keputusan PHK tersebut ditinjau ulang oleh pihak perusahaan mengingat status keterangan dalam surat keputusan PHK tersebut yang mencantumkan pelanggaran keterangan mendesak.
Dalam risalah mediasi, Hendrialdy, Manajer HRD PT Midi Utama Indonesia Tbk Cabang Makassar yang hadir dalam bipartit menyebutkan bahwa perhitungan hak yang diberikan kepada Wahyuddin telah sesuai dengan aturan perusahaan.
Hendrialdy juga menuturkan bahwa PHK tersebut sudah sesuai dengan yang tercantum dalam peraturan perusahaan PT MIDI utama Indonesia tbk.” PHK ini sudah sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perusahaan pak”, Ungkap Hendrialdy sembari membacakan peraturan perusahaan yang dimaksud dalam mediasi bipartit tersebut, pada Kamis, 09/10.
Namun, Wahyuddin menolak alasan tersebut dan menegaskan bahwa acuan seharusnya adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan dan aturan mengikat lainnya bukan semata mata hanya peraturan perusahaan apalagi jika itu bertentangan dengan UU.
Lebih lanjut, Wahyuddin juga mempersoalkan isi surat PHK yang mencantumkan alasan “pelanggaran mendesak”. Menurutnya, hal itu tidak berdasar karena belum dibuktikan melalui putusan lembaga peradilan.
Sementara itu, Arie M. Dirgantara, Koordinator Solidaritas untuk Keadilan Wahyuddin yang turut mendampingi dalam mediasi bipartit, menilai langkah perusahaan terlalu memaksakan keputusan PHK tersebut.
“Prosedur PHK terhadap Wahyuddin terkesan janggal,” ujar Arie.
Iamenjelaskan bahwa jika dasar hukum yang digunakan pihak perusahaan, yakni Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021, sejatinya memiliki substansi serupa dengan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004.
“Penjelasan Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021 mengenai pelanggaran bersifat mendesak identik dengan kesalahan berat dalam UU Ketenagakerjaan. Padahal, ketentuan itu sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tegas Arie.
Arie menambahkan, pengusaha tidak dapat melakukan PHK karena kesalahan berat/pelanggaran yang sifatnya mendesak tanpa melalui proses hukum.
Dalam kesempatan itu, Arie mendesak pihak PT Midi Utama Indonesia untuk mencabut surat keputusan PHK terhadap Wahyuddin dan memulihkan status serta martabatnya sebagai karyawan Alfamidi, ataupun jika memang PHK tidak bisa dihindari maka seharusnya pihak perusahaan tidak menggunakan alasan pelanggaran yang sifatnya mendesak sebab itu sudah bertentangan dengan konstitusi.
“Perusahaan seharusnya menghormati hak-hak pekerja dan jika peraturan perusahaan yang dimaksud menjadi dasar PHK tersebut, harusnya itu dipastikan tidak bertentangan dengan ketentuan dan aturan yang ada termasuk tidak mengabaikan putusan Mahkamah konstitusi,” kata Arie.
Hingga akhir pertemuan, proses mediasi bipartit yang difasilitasi Disnaker kota Makassar belum menemukan titik temu. Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan proses penyelesaian ke tahap mediasi tripartit, yang dijadwalkan berlangsung pekan depan.
Sebagai informasi, PT Midi Utama Indonesia Tbk merupakan anak perusahaan Alfamart Group yang bergerak di bidang ritel minimarket. Hingga akhir 2021, perusahaan ini telah mengoperasikan 1.992 gerai Alfamidi, 32 gerai Alfamidi Super, dan 6 gerai Midi Fresh yang didukung 11 pusat distribusi di seluruh Indonesia dikutip dari laman Wikipedia, (10/10/2025).
Perusahaan ini dimiliki oleh Djoko Susanto, yang masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun 2014.
Reporter: Sapriaris
Discussion about this post