INformasinasional.com, MEDAN — Senin (11/8/2025) pagi, suasana di Gedung Graha Pelindo Satu, Jalan Lingkar Pelabuhan Belawan II, Medan, mendadak tegang. Sejumlah jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut bersama aparat bersenjata lengkap memasuki gedung berlantai delapan itu. Sasarannya: menggeledah setiap sudut, dari ruang rapat eksekutif hingga basement, demi membongkar dugaan korupsi pengadaan dua unit kapal tunda yang hingga kini tak pernah berlayar.
Dalam operasi yang nyaris bersamaan, tim penyidik lain bergerak 2.000 kilometer ke timur, menuju Surabaya. Kantor PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) di Jalan Perak Barat — rekanan pelaksana proyek — juga menjadi lokasi penggeledahan.
“Ini penggeledahan serentak untuk mengamankan alat bukti fisik dan digital,” ujar Plh Kasi Penkum Kejati Sumut, M Husairi SH MH, kepada wartawan. Ia menjelaskan, langkah ini diambil berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-07/L.2/Fd.2/07/2025 dan izin resmi dari Pengadilan Negeri Medan.
Proyek ini bermula pada 2019, ketika PT Pelindo I (Persero) menunjuk PT DPS sebagai kontraktor pembangunan dua kapal tunda berkapasitas 2×1.800 HP untuk operasional Pelabuhan Dumai. Nilai kontraknya mencengangkan: Rp135.811.032.026.
Enam tahun berselang, kapal yang diharapkan memperkuat armada pelabuhan itu tidak pernah digunakan. Informasi dari sumber internal maritim menyebut, proyek terhenti di tengah jalan akibat serangkaian “kejanggalan” — mulai dari pembayaran progres yang tidak sesuai pekerjaan, dokumen perencanaan yang diduga diubah, hingga spesifikasi teknis yang dipangkas.
Di Graha Pelindo, jaksa bergerak cepat. Lantai delapan, yang menjadi pusat kendali administrasi proyek, menjadi sasaran pertama. Arsip kontrak, catatan pembayaran, dan dokumen pengadaan disita. Petugas kemudian turun ke basement, membongkar lemari arsip lama, serta memeriksa server internal perusahaan yang diyakini menyimpan softcopy dokumen penting.
Penggeledahan di Surabaya tak kalah intens. Tim menyisir ruang desain, gudang arsip, hingga ruang server PT DPS. “Ada dokumen elektronik dan fisik yang sangat relevan dengan kasus ini,” kata seorang penyidik yang enggan disebutkan namanya.
20 Saksi, Audit Teknis, dan Perburuan Tersangka
Hingga saat ini, sedikitnya 20 saksi sudah dimintai keterangan, termasuk pejabat Pelindo, manajemen PT DPS, konsultan perencana dan pengawas dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), hingga pihak ketiga yang terlibat di proses tender.
Kejatisu juga menggandeng PT ITS Tekno Sains Surabaya untuk melakukan audit teknis dan menghitung kondisi fisik kapal yang mangkrak. Sementara perhitungan potensi kerugian negara diserahkan kepada BPKP Perwakilan Sumut. “Begitu angka kerugian negara keluar, kami akan tetapkan tersangka,” tegas Husairi.
Berdasarkan penelusuran tim investigasi INformasinasional.com, pola dugaan korupsi yang terjadi mengarah pada kombinasi tiga modus klasik:
- Markup harga — Biaya pembangunan kapal diduga dinaikkan jauh di atas harga pasar.
- Tender berpola pengaturan — Indikasi bahwa sejak awal lelang sudah diarahkan ke kontraktor tertentu.
- Pembayaran fiktif — Pencairan dana progres meski pekerjaan fisik belum mencapai tahap yang dibayar.
Jika benar terbukti, modus ini tak hanya merugikan negara ratusan miliar rupiah, tetapi juga membuat dua kapal tunda yang sudah dibiayai publik menjadi besi tua sebelum sempat beroperasi.
Kabar dari lapangan menyebut, ada kemungkinan keterlibatan oknum di level tinggi BUMN pelabuhan. Kasus ini juga berpotensi menyeret nama pejabat kementerian yang memiliki kewenangan pengawasan.
Dengan bukti yang kini disita dan audit yang sedang berjalan, publik hanya menunggu satu hal: pengumuman tersangka. Jika Kejatisu berani mengungkap seluruh rantai aktor, kasus ini bisa menjadi salah satu skandal BUMN terbesar di sektor maritim dalam satu dekade terakhir.
Untuk saat ini, dua kapal tunda bernilai Rp135,8 miliar itu masih terikat di dermaga, diam seperti menyimpan rahasia besar yang perlahan mulai dibongkar aparat hukum.(Misno)