INformasinasional.com-JAKARTA. Terkait seorang guru di SMK Bina Karya, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melakukan tindak kekerasan kepada salah seorang anak didiknya berinisial YAP alias Fendi. Dimana, oknum guru itu memberi hukuman kepada YAP dengan merendam tangan YAP kedalam air panas mendidih, sehingga tangan YAP mengalami luka serius, dan YAP menjadi korban kekerasan oknum guru di NTT yang terjadi di area sekolah pada Rabu 2 Agustus 2023 lalu.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengecam keras kepada pelaku kekerasan itu.
“Mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan guru terhadap peserta didiknya dengan mencelupkan tangan anak ke air mendidih. Perbuatan guru tersebut adalah pelanggaran hak anak dan juga pelanggaran Hak Asasi Manusia. Apalagi Indonesia sudah merativikasi Konvenan Internasional Anti Penyiksaan,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dalam keterangannya, Minggu 6 Agustus 2023, di Jakarta.
Menurut FSGI, perbuatan kekerasan itu telah melanggar Pasal 76 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu melakukan kekerasan yang mengakibatkan luka berat dan cacat permanen pada anak korban, dapat dituntut hukuman 15 tahun dan diperberat sepertiganya karena pelaku termasuk orang terdekat korban.
[irp posts=”10013″ ]
“Apalagi ini sekolah berasrama, dimana pengasuhan anak dipercayakan pada pihak sekolah. Sekolah juga dapat dikenakan pasal 54 UU Perlindungan Anak, dimana pasal tersebut mewajibkan pihak sekolah melindungi peserta didik selama berada di lingkungan sekolah dari segala bentuk kekerasan, baik yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, maupun peserta didik. Sekolah lalai dan gagal melindungi anak,” katanya.
Sekolah juga melanggar Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak kekerasan i Satuan Pendidikan. Meski kejadian malam hari dan di ruang asrama, namun lingkungan itu adalah bagian dari sekolah.
[irp posts=”10009″ ]
FSGI mendorong pihak kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini sebagaimana dilaporkan orangtua korban. Kepolisian harus segera menahan terduga pelaku agar tidak menghilangkan barang bukti dan mempengaruhi peserta didik lain dalam pemeriksaan.
FSGI juga mendorong kepolisian menggunakan UU Perlindungan Anak agar pelaku dapat dihukum berat sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
FSGI mendesak Dinas Kesehatan Provinsi NTT segera memulihkan kesehatan anak korban sebagai bentuk perlindungan khusus anak dalam UUPA, mengingat korban masih usia anak dan masih panjang masa depannya, sehingga jika memang diperlukan operasi untuk penanganan luka korban, maka seluruh biaya ditanggung pemerintah daerah.
FSGI mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (DP3A) Provinsi NTT untuk mendampingi anak korban selama pemeriksaan kepolisian dan juga memulihkan kondisi psikologis korban.
FSGI juga mendorong Dinas DP3A Provinsi NTT untuk melakukan assesmen psikologi dan psikososial ke peserta didik lain di sekolah berasrama tersebut karena ada dugaan juga mengalami kekerasan dalam bentuk yang lain saat proses pendisiplinan.
“Ini untuk pembenahan kedepannya dan melindungi peserta didik lain dari berbagai bentuk kekerasan atas nama mendidik dan mendisiplinkan. Karena dalam mendidik dan mendisiplinkan anak sejatinya tanpa kekerasan,” beberapa FSGI. ***
Editor : Misno