INformasinasional.com-LANGKAT. Ada dua aliansi guru yang mendatangi Kantor Bupati Langkat di Stabat, Kamis (3/10/2024). Satu dari aliansi guru honorer yang diduga sengaja digagalkan kelulusannya menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat Tahun 2023, meski mereka mendapat nilai tinggi berdasarkan hasil Computer Assisted Test (CAT), menemui PJ Bupati Langkat dan Sekdakab Langkat.
Dan satunya dari aliansi guru penerima SK kelulusan PPPK 2023 yang dibantu dengan nilai tambah Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) ditambah uang ‘sogok’, yang menjadi temuan penyidik Polda Sumut. Mereka mengadakan aksi dihalaman kantor Bupati Langkat, karena diduga SK mereka yang telah diterimanya takut digagalkan setelah keluarnya putusan PTUN Medan 26 September lalu, yang mengabulkan permohonan penggugat dari 103 guru honorer gagal lulus.
[irp posts=”31934″ ]
Pertama, guru honorer PPPK 2023 yang diluluskan ini menuntut pembayaran gaji sebagai ASN PPPK dari Pemkab Langkat yang sejak Agustus 2024 belum mereka terima. Namun aksi mereka tidak diterima PJ Bupati Langkat.
Ironis
Meski kelulusan para guru honorer menjadi PPPK ini terus dipermasalahkan. Karena, nilai SKKT yang konon katanya sebagai tambah nilai untuk kelulusan seleksi PPPK selain nilai CAT, penilaian ujian Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat tidak pernah dilaksanakan oleh Tim Panitia Seleksi Daerah (Panselda) Kabupaten Langkat. Sehingga nilai SKTT itu secara ‘siluman’ muncul sebagai tambahan nilai dalam seleksi rekrutmen PPPK guru di Langkat tahun 2024, dan telah ditandatangani oleh Plt Bupati Langkat saat itu, H Syah Afandin SH.
Terjadinya indikasi maladministrasi dan indikasi pungli (suap) mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi saat pelaksanaan seleksi penerimaan tersebut, Polda Sumut telah menetapkan 2 orang Kepala Sekolah Dasar, dan Kadis Pendidikan Langkat, serta Kepala BKD Langkat dan Kasi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat sebagai tersangka.

Meski Polda Sumut telah menetapkan 5 orang ASN di Langkat sebagai tersangka kasus PPPK 2023, penyidik masih belum melakukan penahanan dengan alasan jika kelima tersangka kooperatif.
Kuasa Hukum 103 guru honorer yang menjadi korban saat pelaksanaan seleksi PPPK, Irvan Saputra SH MH dari LBH Medan, dengan tegas meminta Polda Sumut agar segera melakukan penahanan kepada kelima tersangka.
Namun, Kuasa Hukum sekaligus Direktur LBH Medan itu sangat berjiwa besar tidak ingin melibatkan para guru honorer yang terindikasi telah memberikan sesuatu kepada pihak-pihak tertentu untuk mengatur kelulusan mereka walau nilai CAT-nya rendah.
Irvan Saputra menjelaskan, guru yang diluluskan itu juga sebenarnya menjadi korban karena terpaksa memberi susuatu untuk kelulusan mereka.
“Mereka juga mendapat ancaman dari pihak-pihak terkait agar membayar. Kalau tidak menyerahkan uang, mereka dipastikan tidak akan lulus. Jadi, kami tidak ingin mereka mengalami permasalahan hukum. Mereka juga sudah susah meminjam uang kepada pihak-pihak lain untuk memenuhi tuntutan pihak-pihak yang mengancam mereka,” jelas Irvan, sambil meminta agar Polda Sumut segera memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam seleksi penerimaan PPPK 2023, khususnya Pembina dan Ketua Panitia Seleksi Daerah (Panselda) Kabupaten Langkat.
Tuntut Pembatalan SK Pengangkatan Guru PPPK
Aliansi guru honorer korban rekrutmen PPPK Langkat 2023 menemui Pj Bupati Langkat HM Faisal Hasrimy AP MAP Kamis (3/10/2024). Mereka menyampaikan tuntutan terkait proses pengangkatan guru PPPK di Kabupaten Langkat, dan mendesak pembatalan Surat Keputusan (SK) yang telah diterbitkan Pemkab Langkat, terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Perwakilan aliansi guru, Febri Wahyu juga menyampaikan, Pj Bupati Langkat segera mencopot Kepala Dinas Pendidikan, Kepala BKD, serta tiga tersangka lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Aliansi guru juga menuntut agar kriminalisasi terhadap guru honorer, Meilisya Ramadhani, dihentikan.
“Kami meminta Pj Bupati untuk menindaklanjuti tuntutan ini karena keputusan tersebut telah sah dikeluarkan,” kata Febri.
Menanggapi tuntutan ini, Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat, Amril SSos MAP menjelaskan bahwa pencopotan pejabat pemerintah hanya dapat dilakukan apabila ada putusan hukum yang tetap dan jelas. Merujuk pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka tetap harus dianggap tidak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Walaupun ada beberapa pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumut, kita harus menghormati asas praduga tidak bersalah,” kata Amril.
Terkait dugaan kriminalisasi guru honorer, Amril menegaskan bahwa Pemkab Langkat tidak pernah memberikan instruksi kepada siapa pun untuk melaporkan tindak pidana terhadap Meilisya Ramadhani.
Mengenai desakan untuk melaksanakan keputusan PTUN Medan, Amril menjelaskan, bahwa Pemkab Langkat akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Sementara, Pj Bupati Langkat Faisal Hasrimy, menyatakan, bahwa Pemerintah Kabupaten Langkat bekerja berdasarkan aturan dan regulasi yang berlaku.
“Kami bertindak sesuai alur dan proses hukum yang ada. Segala tindakan yang diambil berdasarkan hasil konsultasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” kata Faisal Hasrimy.
Faisal menjelaskan, Pemkab Langkat akan mengikuti semua instruksi dari Pemerintah Pusat, termasuk jika nantinya ada keputusan untuk membatalkan SK terkait pengangkatan guru PPPK.
“Kami akan tunduk pada peraturan hukum apa pun yang telah berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
(Penulis: Misnoadi)