INformasinasional.com, LABUHANBATU – Dijantung kota Rantauprapat, tepat di Jalan Diponegoro, terbentang lahan eks Pasar Baru seluas 18.451 meter persegi. Tanah itu kini hanyalah hamparan kosong penuh debu dan rumput liar. Namun dibalik keterbengkalaiannya, tersimpan kisah kontrak kusut, proyek mangkrak, dan mimpi yang kandas.
Awalnya, lahan strategis ini dijanjikan berubah menjadi super mall modern. Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu bahkan sudah menyiapkan skema build operate transfer (BOT) selama 30 tahun. Beberapa nama pengembang besar masuk dalam arena tender. PT Medan Cahaya Prima dari Jakarta, PT Sentra Timur Raya dari Palmerah, dan PT Rizky Langgeng Abadi dari Tanjung Duren. Pada akhirnya, Rizky Langgeng Abadi yang mendapat hak menggarap proyek prestisius itu.
Namun janji tinggal janji. Mall yang digadang-gadang menjadi pusat belanja termegah di Labuhanbatu itu tak pernah terwujud. Prosedur macet, syarat administrasi tak terpenuhi, dan komunikasi dengan perusahaan kian terputus. Kini, pejabat Pemkab sendiri mengakui kemungkinan besar perusahaan sudah wanprestasi. “Kami hubungi berkali-kali, tidak pernah ada respon,” ujar Tahanuddin Hasibuan, Kepala Bidang Aset DPKAD Labuhanbatu, Selasa, 7 Oktober 2025.
Meski sudah mangkrak, Pemkab tetap melarang masyarakat memanfaatkan lahan itu. Sejumlah event organizer yang hendak menggelar kegiatan ditolak. “Alasan mereka, lahan masih bermasalah. Padahal kalau terus dibiarkan, ya begini, jadi semak belukar,” kata salah seorang penggiat acara di Rantauprapat.
Larangan itu, menurut Tahanuddin, demi menghindari konflik kepentingan. “Khawatir nanti pihak perusahaan menggugat bila ada aktivitas dilokasi itu,” katanya. Karena itulah Pemkab kini menyerahkan perkara ini ke Kejaksaan Negeri Labuhanbatu. Tim pendamping hukum dibentuk untuk mengurai simpul kontrak yang ruwet.
Lahan eks Pasar Baru ini bukan sekali dua kali dijadikan panggung mimpi. Setelah wacana mall gagal, pemerintah sempat melempar ide lain: membangun ruang terbuka hijau dengan konsep taman kota, hutan kecil, hingga fasilitas budaya. Bahkan, demi rencana itu, sejumlah ruko milik Pemkab sudah diratakan. Namun lagi-lagi, wacana itu tak pernah lahir. Dinamika politik lokal ikut menguburnya, seiring pergantian bupati dan pergeseran kepentingan.
Kini, tanah itu hanya jadi arena kosong penuh janji yang tak kunjung ditepati. Publik bertanya-tanya: apakah aset bernilai miliaran rupiah ini akan kembali jadi rebutan investor, atau justru masuk daftar panjang lahan mangkrak milik daerah?
Cermin Buram Tata Kelola Aset Daerah
Polemik eks Pasar Baru Rantauprapat menyingkap cermin buram tata kelola aset daerah. Skema kerja sama yang disiapkan dengan pengembang sejak awal cacat perencanaan. Ketika kontrak macet, tak ada langkah cepat untuk mengambil alih. Hasilnya: tanah strategis dijantung kota justru jadi lahan tidur.
“Kalau dibiarkan terus, lahan ini bisa hilang nilai, bahkan berpotensi disalahgunakan,” ujar seorang aktivis antikorupsi di Labuhanbatu.
Ditengah sengkarut ini, publik menunggu langkah tegas Pemkab. Apakah berani menyatakan kontrak batal dan mengembalikan tanah itu ke pangkuan daerah? Ataukah akan terus terjerat dalam bayang-bayang kontrak yang macet?
Sementara itu, lahan eks Pasar Baru terus berdiri seperti saksi bisu. Menjadi monumen kegagalan manajemen aset daerah. Menunggu siapa yang berani mengakhiri cerita mangkrak ini.
Reporter: Fajar DH
Discussion about this post