INformasinasional.com, JAKARTA – Langit malam di atas Lanud Halim Perdanakusuma bergetar pelan. Tepat pukul 23.10 WIB, Jumat (19/9/2025), pesawat kepresidenan PK-GIG mengangkat tubuhnya, membelah kegelapan ibu kota. Dari balik kaca jendela kabin, Presiden Prabowo Subianto memulai perjalanan panjangnya: ke Jepang, Amerika Serikat, Kanada, hingga Belanda.
Ini bukan sekadar lawatan protokoler. Ini adalah panggung pertama seorang Presiden Indonesia di Sidang Umum PBB setelah satu dekade absen. Kehadiran Prabowo di New York pada 23 September mendatang ibarat lembaran baru diplomasi negeri, di tengah pusaran global yang makin rapuh oleh perang, krisis iklim, dan tarik-menarik kepentingan ekonomi raksasa.
“Tema Sidang Umum PBB ke-80 tahun ini adalah Better Together, Eight Years and More for Peace, Development and Human Rights,” ujar Menteri Luar Negeri Sugiono, sebelum ikut mendampingi sang presiden. “Sebuah momentum untuk memperbarui semangat multilateralisme di tengah situasi global yang penuh ketegangan.”
Namun, New York bukan satu-satunya panggung. Prabowo memulai langkahnya dari Osaka, Jepang, menghadiri Osaka Expo dan meninjau Pavilion Indonesia—etalase identitas sekaligus kepentingan ekonomi bangsa. Dari sana, ia akan menyeberang samudra menuju Amerika Serikat, tampil sebagai orator ketiga setelah Brasil dan AS dalam sesi debat umum. Agenda yang disebut-sebut akan menyentuh isu paling sensitif: solusi dua negara untuk Palestina-Israel.
Selepas New York, roda diplomasi berputar ke Ottawa, Kanada. Di sana, lembaran kerja sama ekonomi akan ditandatangani melalui Indonesia-Canada CEPA—perjanjian yang diharapkan membuka pasar baru bagi produk Nusantara. Dari Ottawa, langkah kaki presiden berlanjut ke Den Haag. Prabowo dijadwalkan bertemu Raja dan Perdana Menteri Belanda, sebuah agenda simbolik yang sarat makna historis.
Deretan pejabat tinggi negara mendampingi keberangkatan malam itu: Mensesneg Prasetyo Hadi, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hingga Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Sebuah formasi yang menegaskan bahwa perjalanan ini bukan hanya milik seorang presiden, tapi seluruh republik.
Prabowo dijadwalkan kembali ke tanah air pada 26 atau 27 September. Sejenak, Indonesia menanti: akankah pidato di PBB dan kunjungan ke empat negara ini mengukir kesan baru tentang arah diplomasi luar negeri?
Dalam sunyi malam Jakarta, pesawat kepresidenan itu lenyap ditelan awan. Namun, resonansi perjalanannya baru saja dimulai.(misn’t)
Discussion about this post