INformasinasional.com, JAKARTA — Lembaga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kembali menabuh genderang kebudayaan menjelang peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2026 di Banten, 6–10 Februari mendatang. Dalam perayaan yang menjadi barometer ekosistem pers nasional itu, Anugerah Kebudayaan PWI Pusat (AK-PWI) kembali digelar, ajang bergengsi yang bukan sekadar penghormatan, tapi juga cermin sinergi antara pers, budaya, dan kepemimpinan daerah.
“Negeri ini super power dalam bidang kebudayaan,” ujar Sekretaris Jenderal PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/10/2025). “UNESCO tahun 2017 sudah mengingatkan dunia soal itu. Tapi dilapangan, Bupati dan Wali Kota-lah ujung tombak yang menentukan apakah kebudayaan daerah akan maju atau sekadar jadi kenangan.”
Bagi PWI, perhatian terhadap kebudayaan bukan hal baru. Wartawan dan media, kata Zulmansyah, memiliki tanggung jawab moral menjaga keberagaman budaya ditengah derasnya arus globalisasi digital. Disisi lain, kepala daerah memiliki instrumen nyata wilayah, rakyat, dan anggaran yang bisa menghidupkan warisan leluhur sekaligus menyesuaikannya dengan zaman.
Anugerah Kebudayaan PWI hadir dititik temu itu: sebagai panggung penghormatan bagi kepala daerah yang mampu berinovasi dalam melestarikan budaya, dengan menggandeng media sebagai mitra strategis.
Direktur Anugerah Seni dan Kebudayaan PWI, Yusuf Susilo Hartono (YSH), menuturkan bahwa penghargaan ini telah dimulai sejak HPN 2016 di Lombok. Hingga kini, sekitar 50 kepala daerah telah mencatatkan namanya dalam daftar penerima kehormatan tersebut.
Mereka bukan nama-nama sembarangan. Ada Ery Cahyadi, Wali Kota Surabaya yang dikenal menyalakan semangat budaya urban; Fadly Amran, yang kini menakhodai Kota Padang dengan napas budaya Minangkabau; Dedi Mulyadi, sosok flamboyan yang menafsirkan tradisi Sunda dalam modernitas; Abdullah Azwar Anas, arsitek kebangkitan Banyuwangi lewat festival budaya; dan Bima Arya, Wali Kota Bogor yang kini menjabat Wakil Menteri Dalam Negeri.
“Kepemimpinan berbasis budaya adalah fondasi kebangsaan. Disitulah letak keunikan Indonesia, dan disanalah pers harus hadir,” kata YSH.
AK-PWI bukan sekadar seremoni. Ajang ini menuntut kerja intelektual dan inovatif dari para peserta. Rangkaian kegiatan sudah disusun dengan cermat.
Ditanggal 20 Oktober 2025, Sosialisasi dan penjelasan teknis via Zoom bersama PWI, Apkasi, dan Apeksi. Di 20 Oktober–15 Desember 2025 Pendaftaran dan pengumpulan proposal program kebudayaan. Pada 16–30 Desember 2025 Penjurian proposal. Ditanggal 8–10 Januari 2026 Presentasi 10 besar dihadapan dewan juri. Tanggal 11–15 Januari 2026 Verifikasi lapangan. Tanggal 20 Januari 2026: Pengumuman calon penerima penghargaan. Dan ditanggal 9 Februari 2026 Puncak penerimaan penghargaan di HPN Banten.
Tema besar tahun ini “Pemajuan Kebudayaan Daerah yang Inklusif dan Berkelanjutan, Berbasis Media dan Pers” menjadi napas utama kegiatan. Dari tema ini, peserta diminta memilih satu dari tiga subtema.
1. Penguatan keragaman ekspresi budaya dan interaksi inklusif.
2. Pemanfaatan kekayaan budaya berbasis media dan pers untuk memperkuat posisi Indonesia di tingkat internasional.
3. Pemajuan kebudayaan daerah yang melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem berkelanjutan.
YSH menjelaskan, tahun ini PWI juga akan memberikan penghargaan khusus kepada insan pers dan komunitas wartawan yang berkiprah dalam memajukan kebudayaan nasional hingga kepanggung global. “Kebudayaan tidak bisa tumbuh tanpa narasi. Dan narasi tidak akan hidup tanpa wartawan yang berjiwa budaya,” tegasnya.
Sebagai Ketua Panitia HPN 2026, Zulmansyah Sekedang menyampaikan harapan agar Presiden Prabowo Subianto dapat hadir langsung pada peringatan HPN tahun depan di Banten.
“Kehadiran Presiden akan memberi energi politik kebudayaan yang kuat. Agar beliau bisa mendengar langsung capaian dan problem dilapangan, yang menuntut kebijakan tingkat negara, bukan sekadar seremoni,” ujarnya.
Ditengah gempuran teknologi dan politik elektoral yang sering melupakan akar budaya, PWI seolah ingin mengingatkan: Indonesia tidak akan pernah kehilangan arah selama pers dan pemimpinnya masih berpihak pada kebudayaan.
Dan di Banten, Februari 2026 nanti, panggung itu akan menanti tempat para kepala daerah membuktikan, siapa diantara mereka yang benar-benar menjaga bara kebudayaan ditengah riuh dunia yang terus berubah.(Misno)
Discussion about this post