INformasinasional.com, LANGKAT — Komitmen antikorupsi yang berulang kali digaungkan Bupati Langkat H Syah Afandin SH kembali menuai keraguan publik. Di tengah gembar-gembor efisiensi dan tata kelola anggaran yang bersih, praktik korupsi dilingkungan Pemkab Langkat justru disebut makin terstruktur dan sistematis.
Pernyataan dukungan terhadap Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 dalam Rapat Koordinasi dan Monitoring Evaluasi (Rakor Monev) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (19/5/2025), dinilai hanya sebatas lips service. Di forum virtual itu, Bupati Langkat didampingi Sekretaris Daerah H Amril SSos MAP, Inspektur Kabupaten Langkat Drs Hermansyah MIP serta para Kepala Perangkat Daerah lainnya.
Syah Afandin memaparkan tiga langkah strategis efisiensi, yakni rekonstruksi ulang pagu anggaran, pemfokusan program berdampak langsung, dan realokasi untuk mendukung kebijakan nasional. Namun, dibalik retorika tersebut, realitas dilapangan justru berbicara sebaliknya.
[irp posts=”40430″ ]
Retorika Syah Afandin dianggap hanya lipstik oleh kalangan aktivis di Langkat, salah satunya dari Abdul Rahim, dari Lawan Institute.
“Retorika Bupati soal antikorupsi tidak sejalan dengan kondisi dilapangan. Praktik pungutan liar dan fee proyek tetap mengakar dibirokrasi,” kata Koordinator Lingkar Wajah Kemanusiaan (Lawan) Institute Sumatera Utara, Abdul Rahim kepada wartawan, Senin (19/5/2025)
Aktivis menyoroti adanya praktik kutipan fee proyek yang diduga mencapai 18 hingga 20 persen dari nilai pekerjaan, baik melalui tender maupun penunjukan langsung. Fee tersebut disebut-sebut atas restu elit tertentu di Pemkab, yang menyebabkan kontraktor terjepit dan terpaksa menurunkan kualitas pekerjaan. Dampaknya, mutu pembangunan di Langkat tahun 2025 terancam jauh dari standar teknis.
“Mulai dari sewa perusahaan, bayar fee proyek, hingga biaya taktis lainnya, semua dibebankan kepada kontraktor. Tak heran bila kualitas infrastruktur rawan rusak dalam waktu singkat,” lanjutnya.
Kondisi ini diperparah dengan belum tuntasnya pengusutan kasus korupsi seleksi PPPK tahun 2023. Meski lima ASN sudah duduk di kursi terdakwa, termasuk mantan Kadis Pendidikan Dr Syaiful Abdi dan mantan Kepala BKD Eka Syahputra Depari, nama Syah Afandin yang saat itu menjabat Plt Bupati tak kunjung tersentuh proses hukum.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan yang mendampingi korban dari kalangan guru honorer menilai, belum ada upaya serius untuk membongkar aktor intelektual dibalik skandal tersebut.
“Jangan hanya tangkap kaki tangannya, sementara otak pelaku dibiarkan bebas. Penegakan hukum harus menyentuh seluruh pelaku, tanpa pandang jabatan,” tegas Direktur LBH Medan Irvan Saputra SH MH belum lama ini kepada wartawan.
Sementara itu, dalam Rakor bersama KPK, Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah III, Uding Juharudin, melalui zoom virtual, Senin (19/5/2025) menegaskan pentingnya ketepatan penggunaan anggaran dan transparansi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Namun implementasi di Langkat justru mempertontonkan jurang lebar antara wacana dan kenyataan.
Masyarakat kini menanti langkah konkret, bukan sekadar narasi manis di forum-forum formal. Jika tidak ada reformasi nyata dalam tubuh birokrasi Langkat, maka slogan antikorupsi Bupati hanyalah ilusi belaka.(Misn’t)