INformasinasional.com, LANGKAT — Langit Gebang belum sepenuhnya cerah ketika Wakil Ketua DPRD Langkat, Romelta Ginting, mendatangi Lingkungan Air Hitam, Selasa (9/12/2025). Namun suasananya justru menghangat, bukan karena matahari, melainkan karena “kuliah umum” berapi-api soal bahaya alkohol yang jarang tersentuh aturan.
Romelta datang bukan sekadar membawa spanduk sosialisasi. Ia membawa Perda Nomor 10 Tahun 2019, aturan yang selama ini “hidup malu-malu” ditengah maraknya peredaran minuman beralkohol, dari yang berkadar rendah hingga oplosan mematikan.
“Perda ini bukan aksesori. Ia lahir untuk mencegah kerusakan sosial,” kata Romelta, suaranya memantul didinding-dinding rumah warga.
Ia menyinggung bagaimana alkohol tanpa pengawasan dapat menjadi bara kecil yang meledakkan konflik, aksi kriminal, dan kerusakan generasi muda. “Ketertiban itu lahir dari keberanian masyarakat menolak pembiaran,” tegasnya.
Disamping Romelta, hadir dr Dicky Frans Ginting, yang tanpa basa-basi memotong anggapan manis soal alkohol. Ia tampil layaknya ahli forensik yang membedah fakta dimeja publik.
“Alkohol itu racun. Berapa persen pun, tetap racun.”
Penjelasannya membuat beberapa warga mengernyit. Dicky merinci empat golongan minuman beralkohol dari 1 persen hingga 55 persen. Lalu, ia menghantam mitos yang paling banyak dipercaya, bir hitam untuk ibu pascamelahirkan.
“Itu bohong. Tidak ada dasar ilmiah. Yang ada justru risiko besar bagi tubuh ibu dan anak.”
Warga juga menguji sang dokter dengan pertanyaan lain, batas aman alkohol, status tuak, hingga kemungkinan bahaya minuman fermentasi tradisional. Semua dijawab tanpa kompromi.
Tak seperti sosialisasi biasa yang cenderung datar, sesi tanya jawab menjadi arena adu argumen. Mikrofon berpindah cepat dari satu tangan ketangan lain. Beberapa warga bahkan terang-terangan curiga, mengapa alkohol masih mudah ditemukan jika Perda sudah sejak lama diterbitkan?
Romelta menanggapi tanpa mengelak.
“Peredaran alkohol sering sembunyi dibalik kelonggaran kita sendiri. Kalau masyarakat tutup mata, Perda bisa lumpuh.”
Ucapan itu disambut anggukan panjang, sebagian lagi dengan wajah yang seperti sedang memikirkan sesuatu.
Menjelang penutupan, tercetus sebuah seruan bersama. Warga, tokoh lingkungan, hingga aparat yang hadir sepakat memperketat pengawasan, mulai dari warung kecil sampai peredaran gelap dimalam hari.
Romelta menutup kegiatan dengan kalimat yang menggigit.
“Langkat tidak boleh dikalahkan oleh botol-botol yang dijual sembunyi-sembunyi. Ini pertarungan moral sekaligus kesehatan publik.”
Sosialisasi ini memang hanya berlangsung beberapa jam. Namun gema pesannya masih terasa ketika rombongan meninggalkan lokasi, masyarakat tak boleh kalah oleh minuman yang menggerogoti dari dalam.(Misno)






Discussion about this post