INformasinasional.com, JAKARTA – Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang memudar.
“Indeks dolar trennya menguat dikarenakan memudarnya ekspektasi penurunan bunga oleh The Fed karena The Fed masih akan melihat dampak kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap laju inflasi,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Tercatat, data Consumer Price Index (CPI) sebesar 2,7 persen dari sebelumnya 2,6 persen secara year on year (yoy).
Kenaikan inflasi ini dinilai dapat memicu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) untuk menunda pemangkasan suku bunga acuan.
Angka CPI ini lebih tinggi dari ekspektasi umum dan laju rata-rata 2,4 persen dalam lima bulan pertama. Inflasi inti juga naik meningkat 2,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, sebagaimana mengutip Anadolu Agency, Presiden AS Donald Trump mendesak The Fed memangkas suku bunga karena akan menghemat banyak uang dan tingkat inflasi AS rendah.
Langkah Trump merujuk kepada sikap Bank Sentral Eropa yang telah memotong suku bunga acuan beberapa kali pada tahun 2024 dan 2025, dan memperingatkan bahwa penundaan dapat menghambat perekonomian AS.
Untuk sentimen dalam negeri, pemangkasan BI-Rate 25 basis points (bps) ke level 5,25 persen dianggap masih belum berpengaruh terhadap penguatan kurs rupiah hari ini karena faktor global masih dominan.
“Namun, ruang penguatan rupiah ke depan masih cukup besar dari dampak penurunan BI-Rate terhadap ekspansi kredit perbankan,” ungkap Rully.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis pagi di Jakarta melemah sebesar 25 poin atau 0,15 persen menjadi Rp16.312 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.287 per dolar AS.(Ant)