INformasinasional.com-JAKARTA. Satu per satu laporan masuk ke Komisi Yudisial (KY) buntut putusan PN Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan tahapan Pemilu 2024 ditunda. KY merespons laporan itu dan bakal memanggil panitera hingga Ketua PN Jakpus.
Laporan pertama terhadap hakim PN Jakpus yang memutus penundaan Pemilu itu dibuat oleh Kongres Pemuda Indonesia (KPI).
“Pada hari ini kita melaporkan resmi Majelis Hakim yang memutus, mengadili, dan memeriksa perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst,” kata Presiden KPI Pitra Romadoni Nasution di kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (6/3/2023).
Pitra menilai putusan tersebut di luar kewenangan PN Jakpus. Sebab, menurut dia, yang berhak mengadili terkait perkara pemilu ialah PTUN dan Bawaslu RI.
“Kami menilai di dalam amar putusan tersebut yang telah kami peroleh dari SIPP, Pengadilan Jakpus telah melampaui kewenangan mengadili pengadilan Negeri Jakpus, di mana kompetensi absolutnya itu lebih berwenang PTUN Jakarta, dan Bawaslu RI, dan mengenai hasil pemilihan umum kalau pun ada sengketa hasil pemilu itu ke MK bukan PN Jakpus,” ujarnya.
“Saya kira masyarakat Indonesia mengerti terkait aturan hukum dan prosedur-prosedur bagian-bagian mengenai terkait dengan permasalahan parpol, mana ada kaitan PN Jakpus mengadili persoalan parpol, itu adalah kewenangannya administrasi negara, yaitu kewenangan PTUN,” sambung dia.
Laporan tersebut tertuang dalam nomor penerimaan 0405/III/2023/P. Pitra meminta KY mengusut hakim yang memutuskan perkara tersebut.
Laporan dari Koalisi Sipil
Selanjutnya Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih yang melaporkan hakim PN Jakpus ke KY. Hakim PN Jakpus itu dinilai telah melanggar kode etik.
“Kami menyampaikan laporan kepada KY tentang dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, majelis hakim PN Jakpus, yang memutus penundaan pemilu melalui sengketa perbuatan melawan hukum perdata, yang menurut kami hal tersebut melanggar peraturan kode etik dan perilaku hakim yang telah dibuat oleh KY dan MA,” kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Saleh Alghiffari, di kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (6/3).
Dia menyebut hakim PN Jakpus telah mengabaikan konstitusi. “Harusnya seorang hakim, majelis hakim itu mengacu mendasarkan pelaksanaan tugasnya dengan pengetahuan yang luas, di mana kita nilai di dalam perkara ini majelis hakim itu mengabaikan konstitusi, mengabaikan pasal 22e ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan Pemilu itu dilaksanakan lima tahun sekali secara luber jurdil,” ujarnya.
“Petitum pada perkara ini yang seharusnya diperiksa oleh majelis hakim ini pada putusan sela tentang kompetensi absolut, itu seharusnya tidak dilanjutkan,” sambung dia.
Dia mengatakan perilaku hakim yang memutuskan perkara tersebut telah melenceng dari aturan. Sebab, menurut dia, perkara sengketa proses pemilu hanya dapat diselesaikan oleh PTUN dan Bawaslu.
“Menurut kita karena ini sangat-sangat jauh melenceng, nah ini wajib kita mencurigai apakah disini ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku dan juga tadi secara mekanismenya secara upaya yang bisa ditempuh, jika terjadi pelanggaran hukum, terjadi dirugikannya hak-hak orang yang terkait dengan administrasi kepemiluan itu seharusnya diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara ataupun Bawaslu,” tutur dia.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih terdiri dari terdiri atas sejumlah kelompok masyarakat sipil dan firma hukum, yakni Indonesia Corruption Watch(ICW), Perludem, Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK),Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Forum Komunikasi dan Organisasi Nonpemerintah, Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Firma Themis Indonesia, AMAR Law Firm, serta Komite Pemantau Legislatif.
Laporan dari KAMMI
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) juga ikut melaporkan hakim PN Jakarta Pusat ke KY. Laporan tersebut terkait putusan yang memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu.
“Baru saja melakukan laporan, aduan, terkait dengan putusan PN Jakpus, kemarin yang melakukan putusan atau bahasanya memundurkan tahapan pemilu, ini mencederai kualitas hukum di Indonesia,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat KAMMI, Zaky Ahmad Riva’i, di kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (6/3).
Menurut dia, tindakan hakim PN Jakpus telah melampaui kewenangan. Dia menyebut putusan terkait sengketa Pemilu bukan kewenangan PN Jakpus.
“Karena kenapa kita adukan? Karena ini melanggar kode etik, karena memang ini inkompetensi artinya di luar kompetensi dari Pengadilan Negeri, karena seharusnya ini bukan wewenang dari Pengadilan Negeri,” ujarnya.
Zaky mengatakan seharusnya PN Jakpus dapat lebih memilah lagi perkara yang akan disidangkan. Dia menyebut jika hakim menyidangkan suatu perkara di luar kewenangan, hal itu dapat menimbulkan kecurigaan dari masyarakat.
“Artinya pengadilan memang sudah seharusnya menerima laporan atau apapun itu, tapi bukan berarti dia harus melakukan di luar wewenang. Nah disini akan menimbulkan kecurigaan masyarakat, siapa ini kira-kira yang bermain di belakang,” ungkap Zaky.
Respons KY
KY merespons aduan dari berbagai pihak itu. KY menilai putusan PN Jakpus merupakan persoalan besar yang menjadi perdebatan di masyarakat.
“KY tidak berwenang untuk memeriksa pada putusannya, maka KY akan terus mengawasi, proses upaya hukum, baik banding atau kasasi,” kata Ketua KY Fajar Mukti di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (6/3/2023).
“Kita akan kawal terus kasus tersebut, karena kita anggap hal ini cukup menjadi persoalan yang besar, beberapa hal secara konstitusional maupun secara perundang-undangan telah menjadi perdebatan,” sambung dia.
Mukti mengatakan pihaknya meminta dukungan dari masyarakat untuk mengawal kasus tersebut. Dia pengawasan dari masyarakat bisa membuat kinerja KY lebih optimal.
“Oleh karena itu kami KY meminta dukungan masyarakat tentunya mengenai informasi dari teman-teman media, LSM, akademisi maupun masyarakat secara umum apabila mendapatkan informasi yang lebih bisa disampaikan ke KY agar kami bisa bekerja secara optimal,” kata dia.
KY juga akan memanggil panitera dan Ketua PN Jakpus terkait putusan penundaan Pemilu 2024 buntut gugatan Partai Prima. Hal itu, dikarenakan telah adanya laporan resmi dari berbagai elemen masyarakat.
“Kalau sudah ada pelapor yang resmi tentunya mekanismenya nanti akan kita cantumkan, kalau syarat-syarat sudah dipenuhi kita register ya, setelah diregister baru kita periksa, para hakim, dan pihak-pihak terkait. Jadi belum langsung kepada majelis hakimnya, atau disebut terlapor,” kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmitho di kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (6/3).
“Jadi mungkin bisa kita lakukan pemeriksaan kepada panitera dan hakim lain yang tidak terkait dengan putusan ini, mungkin juga bisa pada ketua pengadilan itu,” sambung dia.
Sedangkan untuk majelis hakim yang memutuskan perkara penundaan Pemilu, Joko mengatakan akan diperiksa terakhir. Dia mengatakan saat ini KY masih bisa memanggil majelis hakim tersebut, tetapi hanya untuk klarifikasi saja.
“Jadi di KY, terlapor itu terakhir. Tapi kalau misalnya sifatnya klarifikasi, bertanya kenapa bikin putusan, belum sampai ke pemeriksaan, itu masih bisa memanggil para majelis tapi hanya klarifikasi,” ujarnya.
Joko mengatakan pemeriksaan majelis hakim dilakukan setelah panel dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku terbentuk. Dia menyebut jika terbukti ada dugaan pelanggaran, maka selanjutnya akan dibawa ke sidang pleno.
“Tapi kalau pemeriksaan itu nanti setelah ditentukan panel, setelah itu misalnya di panel sudah ditentukan, bisa ditindak lanjuti dan dugaan pelanggaran etiknya ada, itu baru dibawa ke pleno. Pleno untuk menjatuhkan sanksi, sanksi apa yang dijatuhkan kepada para majelis hakim,” tuturnya.(dtc)
Editor : Misno