INformasinasional.com, Banda Aceh — Hujan yang tak kunjung berhenti sejak sepekan terakhir menjelma menjadi bencana besar, sembilan daerah di Aceh porak-poranda diterjang banjir. Air bah merambat cepat, merendam puluhan ribu rumah, memaksa 1.497 jiwa mengungsi ke dataran lebih tinggi. Aceh kini berada dalam kepungan darurat hidrometeorologi terbesar sepanjang tahun.
Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Fadmi Ridwan, menggambarkan situasi yang terjadi sebagai “rentetan bencana yang dipicu langit dan tanah yang tak lagi bersahabat”.
“Curah hujan tinggi, angin kencang, dan kondisi geologi labil menjadi pemicu utama banjir, tanah bergerak, hingga longsor,” ujar Fadmi, Rabu (26/11/2025).
Daerah yang kini tenggelam dalam genangan banjir itu meliputi: Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Singkil, Gayo Lues, Aceh Selatan, dan Langsa. Banjir menerjang dalam waktu berbeda sejak 18 November, menggenangi 46 ribu rumah warga.
Melihat eskalasi cepat bencana, sembilan kepala daerah telah menetapkan status darurat bencana banjir. Penetapan itu ditegaskan untuk membuka jalan bagi percepatan evakuasi, suplai logistik, dan mobilisasi personel.
BPBA, kata Fadmi, kini bergerak “tanpa jeda”, berkoordinasi intens dengan BPBD kabupaten/kota. “Kami memastikan penanganan darurat berjalan optimal. Masyarakat kami imbau tetap waspada terhadap potensi banjir susulan, tanah longsor, hingga pergerakan tanah,” ujarnya.
Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.8/9333/SJ tertanggal 18 November 2025 menjadi alarm nasional yang kini berbunyi lantang di Aceh. Bupati dan wali kota diminta siap siaga penuh menghadapi bencana hidrometeorologi yang diprediksi masih akan menghantam hingga beberapa hari kedepan.
Pemerintah daerah diwajibkan:
- mengaktifkan posko siaga BPBD,
- mengevakuasi warga dari titik rawan,
- menyiapkan logistik dan kebutuhan darurat,
- serta memastikan pelayanan dasar korban bencana terpenuhi sesuai SPM.
Sementara itu, masyarakat diimbau melakukan langkah-langkah penyelamatan dasar: mematikan listrik, gas, dan kompor sebelum evakuasi, serta segera meninggalkan rumah menuju dataran tinggi.
BPBA menekankan pentingnya mitigasi tingkat rumah tangga seperti membersihkan saluran air, menghindari lereng saat hujan, hingga rutin memantau informasi dari BMKG dan BPBD setempat.
“Mitigasi sederhana bisa mengurangi risiko besar,” ujar Fadmi.
Namun hingga hari ini, air masih menggenang, langit belum ramah, dan Aceh tetap berjaga menunggu apakah bencana akan mereda atau justru kembali mengamuk.(Misn’t)






Discussion about this post