INformasinasional.com, JAKARTA – Senayan kembali bergemuruh. Kamis (28/8/2025) sore, suara mahasiswa mengguncang dinding parlemen. Setelah siang tadi gelombang buruh mengakhiri aksinya, kini giliran ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta yang merapatkan barisan, menjadikan gerbang DPR RI sebagai arena pertarungan simbolik antara rakyat dan wakilnya.
Sejak pukul 15.00 WIB, gerbang belakang DPR yang dikenal sebagai Gerbang Parlemen Pancasila tak lagi sunyi. Derap langkah mahasiswa berjas almamater hijau bercampur dengan kibaran bendera dan spanduk tuntutan. Orasi demi orasi bergulir, menyalakan api semangat di tengah teriknya sore Senayan.
Namun, pemandangan yang mereka temukan di hadapan gedung megah DPR itu justru menambah amarah, pintu gerbang terkunci rapat.
“Teman-teman, lihat! Hari ini kita datang membawa suara rakyat, tapi pintu gedung DPR tertutup rapat. Seolah suara kita tak pernah dihitung!,” teriak seorang orator dari atas mobil komando, suaranya menggema ke segala arah.

Tak ingin kecolongan seperti dua hari lalu, saat aksi pelajar ricuh dan berujung penangkapan lebih dari 50 massa aksi, polisi kali ini turun dengan kekuatan besar-besaran. Jalanan sekitar Senayan sudah dipenuhi kawat berduri, barikade beton, dan aparat berseragam lengkap.
Polda Metro Jaya mengerahkan 4.969 personel gabungan, angka yang setara dengan pasukan perang kecil. Mereka terdiri dari 2.174 personel Polda Metro Jaya, 1.725 personel BKO TNI-Polri, Marinir, Brimob, Kodim Jakarta, Satpol PP, hingga Dishub. Ribuan aparat itu berjaga dalam barisan berlapis-lapis, melindungi gedung parlemen bak benteng pertahanan.
“Polda Metro Jaya menyiapkan 4.969 personel gabungan, dari Polda, Polres, TNI, Kodam Jaya, hingga Pemprov DKI. Semua untuk menjaga agar situasi tetap kondusif,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi.
Namun, pemandangan ini justru mempertegas jurang pemisah: rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi dihalangi pagar besi dan ribuan aparat bersenjata.
Aksi mahasiswa sore ini menjadi kelanjutan gelombang protes rakyat yang tak kunjung surut. Siang tadi, buruh sudah terlebih dahulu memenuhi gerbang depan DPR. Mereka melontarkan tuntutan pedas soal tunjangan, biaya hidup yang makin mencekik, dan harga kebutuhan pokok yang melambung liar.
“Kontrakan mana yang capai Rp50 juta? Beras mana yang harganya Rp12 juta sehari? Rakyat ini kelaparan, sementara gedung DPR tetap berdiri megah menutup pintunya!” teriak salah satu orator buruh, yang kemudian dipeluk mahasiswa sebagai bagian dari aspirasi bersama.
Jika buruh bicara soal perut, mahasiswa bicara soal izin-izin DPR yang dinilai sarat kepentingan elit dan mengabaikan rakyat kecil. Suara dua elemen berbeda itu kini bertemu, bergulir menjadi gelombang besar ketidakpuasan yang mengepung Senayan.
Gerbang DPR yang terkunci rapat menjadi simbol yang tak bisa diabaikan. Ribuan mahasiswa di luar pagar hanya bisa berteriak, sementara di dalam gedung, para legislator disebut-sebut tetap menjalani rapat dengan tenang.
“Pintu yang terkunci itu adalah bukti nyata. Wakil rakyat tidak lagi mendengar suara rakyat. Mereka lebih memilih menutup diri di balik besi dan beton,” kata seorang aktivis mahasiswa, suaranya lantang dihadapan massa.
Sorak-sorai menyambut pernyataan itu, riuh rendah memenuhi udara. Seolah Senayan kembali menjadi panggung sejarah, dimana mahasiswa dan rakyat kecil berhadapan dengan simbol kekuasaan yang tertutup rapat.
Senayan Jadi Bara, Indonesia Menunggu Letupan
Hingga menjelang malam, gelombang mahasiswa terus berdatangan. Suasana kian panas, meski aparat masih menahan diri. Senayan hari ini ibarat bara dalam sekam, setiap orasi, setiap dorongan massa kearah pagar, bisa saja menjadi pemicu ledakan sosial yang lebih besar.
Unjuk rasa di DPR bukan lagi sekadar peristiwa harian. Ia telah menjadi potret nyata jarak yang makin lebar antara rakyat dan wakilnya. Senayan, dengan pagar besi yang terkunci rapat, kini tak ubahnya benteng kekuasaan yang semakin jauh dari suara rakyat yang menggema dijalanan.(Misno)