INformasinasional.com, Nias Selatan – Udara siang Desa Mehaga, Kecamatan Somambawa, terasa lembap oleh angin laut yang menyusup disela-sela perbukitan. Namun ditengah kesederhanaan itu, suasana mendadak berubah hangat ketika rombongan Bhayangkari Daerah Sumatera Utara tiba, Minggu (12/10/2025). Dipimpin langsung oleh Ny. Monarika Wishnu Hermawan, langkah mereka membawa bukan sekadar bantuan, melainkan sentuhan kemanusiaan yang menyapa nurani.
Tepat pukul 11.00 WIB, perempuan berbalut kebaya sederhana itu menyerahkan bantuan sosial untuk tiga anak yatim-piatu di Desa Mehaga. Tak ada seremonial mewah, hanya senyum tulus, tangan yang menyalami lembut, dan mata yang bergetar oleh empati.
“Kepada anak-anak kita ini, kami memberikan bantuan berupa sembako dan uang santunan. Mohon doakan agar kegiatan Bhayangkari bisa terus berjalan tanpa hambatan,” ujar Ny. Monarika, suaranya lirih namun tegas, mengalir seperti doa.
Bantuan yang diserahkan meliputi beras, gula, susu, mie instan, telur, serta santunan tunai. Namun lebih dari sekadar logistik, Bhayangkari Sumut berencana membantu pembangunan rumah layak huni bagi anak-anak yatim tersebut, sebuah wujud nyata kepedulian terhadap masa depan generasi yang kehilangan sandaran.
Kegiatan itu turut dihadiri oleh Kapolres Nias Selatan AKBP Ferry Mulyana Sunarya, bersama Ketua Bhayangkari Cabang Nias Selatan Ny. Nieta Ferry, serta jajaran Polres dan tokoh-tokoh desa. Kepala Desa Mehaga, Yefita Laia, mengaku terharu dan bangga.
“Langkah Ibu Monarika ini adalah teladan. Kami di desa merasa diperhatikan, terutama anak-anak yang kerap luput dari pandangan pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Pdt. Noferman Lombu, Ketua Yayasan Emanuel Penabur Kasih, menyebut bantuan ini ibarat oase di tengah perjalanan panjang pendidikan anak-anak desa.
“Melalui yayasan kami, anak-anak yatim di SMP Emanuel Penabur Kasih kini punya semangat baru. Kami bersyukur Bhayangkari Sumut hadir dan membawa berkat,” ujarnya.
Diantara tepuk tangan dan mata berkaca-kaca, suasana Desa Mehaga siang itu terasa berbeda. Tak hanya karena datangnya bantuan, tapi karena ada yang lebih langka dari sekadar beras dan uang tunai, kehadiran yang tulus, tanpa pamrih, dari seorang ibu untuk anak-anak yang kehilangan ibu.
Di ujung Nias itu, Bhakti sosial Bhayangkari berubah menjadi kisah kecil tentang kasih yang menembus batas birokrasi. Sebuah pelukan lembut dari institusi berseragam, mengingatkan bahwa negara bisa hadir bukan hanya lewat perintah, tapi juga melalui cinta dan kepedulian.
(Laporan: Mareti Tafonao)
Discussion about this post