INformasinasional.com, LANGKAT – Aroma korupsi kembali menyeruak dari tubuh Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat. Kali ini, sorotan tajam publik mengarah pada proyek pengadaan smartboard dan meubeler sekolah tahun anggaran 2024 yang nilainya fantastis, mencapai total Rp65 miliar lebih. Nama mantan Pj Bupati Langkat, Faisal Hasrimy, yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, mencuat, diduga sebagai aktor kunci di balik proyek ini.
Meski tak terlibat langsung, Faisal Hasrimy diduga kuat mengatur proyek tersebut melalui tangan kanan sekaligus ‘anak main’-nya, Robert Ginting, yang sebelumnya pejabat eselon II di Pemkab Dairi. Robert ditarik ke Langkat untuk mengisi posisi Sekretaris Dinas Pendidikan di Langkat. Perannya disebut-sebut sebagai pengatur lalu lintas proyek, termasuk penggunaan akun kepala dinas untuk proses transaksi pengadaan.
Namun, saat dikonfirmasi wartawan pada Rabu (14/5/2025), Robert menepis keterlibatannya. Ia mengaku hanya menjalankan tugas sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) dan tak mengetahui teknis pengadaan. “Saya tidak tahu soal proses itu, saya hanya memeriksa administrasi dan menandatangani SPM,” kilahnya.
Mebel dan Smartboard: Proyek Gagal Fungsi dan Sarat Masalah
Dua proyek besar di lingkungan Disdik Langkat kini menjadi pusat perhatian:
- Pengadaan meubeler (perabot sekolah) dengan anggaran Rp15,2 miliar.
- Pengadaan smartboard senilai Rp50 miliar, dengan rincian Rp31,9 miliar untuk SD dan Rp17,9 miliar untuk SMP.
Menurut investigasi Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI), pengadaan smartboard ini sarat kejanggalan. Selain dilakukan di bawah komando Kepala Dinas Pendidikan Saiful Abdi yang saat itu telah berstatus tersangka korupsi PPPK 2023, proyek ini juga menggunakan vendor yang baru terdaftar di e-Katalog dan bukan produsen dalam negeri.
“Kontrak seperti diatur sejak awal. Harga tak wajar, tanpa spesifikasi teknis, dan ditemukan markup biaya pengiriman hingga Rp500 juta,” ungkap Direktur LSPI, Syahrial.
Vendor penyedia disebutkan adalah:
- PT Global Harapan Nawasena (Kudus) untuk SD, dengan harga satuan smartboard Rp158 juta per unit.
- PT Gunung Emas Ekaputra (Jakarta) untuk SMP, yang sebelumnya hanya tercatat sebagai reseller.
Ironisnya, smartboard yang dikirim ternyata tidak bisa digunakan oleh banyak sekolah penerima. Selain kurangnya pelatihan, keterbatasan jaringan internet di sejumlah wilayah membuat alat canggih ini tak lebih dari hiasan dinding mahal.
“Daripada beli alat mahal yang tak bisa dipakai, kenapa bukan bangun toilet atau perpustakaan?” kritik Syahrial.
Diduga Kecanduan Proyek: Anggaran 2025 Hampir Diselundupkan Lagi
Kabar lebih mengejutkan, usulan proyek smartboard kembali muncul di RAPBD 2025 dengan anggaran Rp10 miliar. Namun, usulan ini ditolak oleh Badan Anggaran DPRD Langkat karena dianggap tidak tepat sasaran.
“Terlalu dipaksakan. Indikasinya jelas, ada deal-deal terselubung sejak tahap perencanaan,” ungkap sumber internal DPRD yang tak ingin disebutkan namanya.
Kejatisu Terima Laporan, Faisal dan Vendor Bungkam
Laporan pengaduan masyarakat (Dumas) terkait dugaan korupsi proyek ini telah diterima Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Kasi Penkum Kejatisu, Adre Wanda Ginting, membenarkan adanya laporan tersebut.
“Saat ini masih dalam proses telaah oleh jaksa. Kita lihat nanti hasilnya,” katanya singkat.
Sementara, upaya konfirmasi terhadap Direktur PT Global Harapan Nawasena maupun Faisal Hasrimy tidak membuahkan hasil. Nomor telepon aktif namun tak diangkat, pesan WhatsApp centang dua tapi tak dibalas.
Dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Langkat seakan menjadi pola yang berulang. Setelah kasus PPPK 2023 yang menjerat Kadisdik, kini proyek smartboard dan meubeler menyusul sebagai dugaan bancakan baru. Publik berharap Kejatisu serius membongkar kasus ini hingga ke akar-akarnya, termasuk memeriksa peran Faisal Hasrimy yang disebut-sebut dan diduga sebagai dalang utama.* (Red)