INformasinasional.com, LANGKAT – Aroma busuk dugaan korupsi proyek pengadaan 312 unit papan tulis pintar (SMARTboard) senilai fantastis Rp 49,9 miliar di Dinas Pendidikan, yang didanai dari APBD-P (DAU) 2024.
Alih-alih menjadi sarana canggih untuk memajukan mutu pendidikan di sekolah negeri, fakta mengejutkan terungkap, 12 unit SMARTboard justru mendarat di enam sekolah swasta, dan 4 unit diantaranya diduga nyasar ke sekolah milik oknum pejabat proyek itu sendiri!
Belanja Modal Kok Jadi Hibah?
Berdasarkan aturan, SMARTboard yang dibeli melalui pos belanja modal adalah inventaris milik pemerintah. Barang ini tidak boleh dihibahkan ke pihak swasta. Jika memang ingin disalurkan kesekolah swasta, maka mekanismenya harus lewat pengadaan barang dan jasa, bukan belanja modal.
Namun, dalam kasus ini, aturan itu diduga dilanggar mentah-mentah. Dari 312 unit, 300 unit masuk ke SMP Negeri, sementara sisanya 12 unit diberikan kesekolah swasta. Yang paling menyedot perhatian adalah SMPS Tunas Mandiri di Desa Sukamaju, Kecamatan Tanjung Pura. Sekolah ini menerima 4 unit sekaligus, padahal pemiliknya disebut-sebut tak lain adalah Supriadi SPd, sang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek SMARTboard.
Jaringan Keluarga dalam Proyek Miliaran
Supriadi bukan sosok sembarangan. Ia adalah PNS/ASN yang pernah menjabat Keoala Seksi Kelembagaan Sarana dan Prasarana SD di Dinas Pendidikan Langkat, dan dalam proyek ini menjabat PPK. Lebih ironis lagi, istri Supriadi menjabat sebagai Ketua Yayasan Tunas Mandiri sekaligus Plt Kepala Sekolah di salah satu SMP Negeri di Kecamatan Hinai.
Bukan hanya SMARTboard, dalam dua tahun terakhir sekolah ini kebanjiran proyek pembangunan dengan nilai total mendekati miliaran rupiah. Berdasarkan data LPSE Langkat, SMPS Tunas Mandiri menerima 9 paket proyek pada 2023–2024, mulai dari rehabilitasi ruang kelas, toilet, hingga pembangunan ruang laboratorium komputer semuanya bersumber dari APBD.
Nilai setiap paket tak main-main, berkisar dari Rp 40 juta hingga hampir Rp 500 juta. Lebih mencengangkan lagi, proyek-proyek itu dikelola Supriadi sendiri saat ia masih menjabat sebagai PPTK di Dinas Pendidikan.
Permainan Ganda
Wakil Ketua DPRD Langkat, Romelta Ginting, SE (Fraksi PDI Perjuangan), geram melihat fakta ini. “Ini jelas pelanggaran. SMARTboard adalah belanja modal, bukan hibah. Barang ini milik daerah, tidak boleh dikuasai pihak swasta,” tegas Romelta, Jumat (8/8/2025).

Ia menuding adanya “permainan ganda”: mengatur pengadaan sekaligus mengarahkan hasil proyek ke kantong sendiri. Romelta mengingatkan bahwa pelanggaran ini bukan hanya melabrak Permendagri No. 13 Tahun 2018 dan Permendagri No. 77 Tahun 2020, tetapi juga mengacaukan laporan keuangan daerah.
“Kalau 12 unit diberikan ke swasta, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) belanja modal akan lebih saji Rp 1,9 miliar. Ini bukan kesalahan kecil,” tandasnya.
Romelta mendesak Inspektorat dan Pemda untuk bertindak cepat menarik kembali SMARTboard dari sekolah swasta. “Empat unit disatu sekolah swasta itu tidak wajar. Tarik segera! Jangan tunggu publik meledak dan jadi temuan BPK” ujarnya.
Inspektorat Kaget, Kejaksaan Bergerak
Nanang Hadi Irawan, Irban III Inspektorat Kabupaten Langkat, mengaku baru mengetahui kasus ini dari wartawan.
“Maaf, saya baru dapat informasi. Akan kami koordinasikan dengan dinas terkait,” katanya. Ia menegaskan, jika terbukti, ini jelas temuan pelanggaran.
Disisi lain, Kejari Langkat memastikan penyelidikan sudah berjalan. Kasi Intelijen Ika Lius Nardo SH MH menyebut, 18 saksi telah diperiksa, baik dari kalangan ASN maupun pihak swasta rekanan. Meski pernyataannya singkat, publik tahu penyidikan berlangsung intensif.
Kasus ini kini jadi bahan pembicaraan panas diwarung kopi, media sosial, hingga grup WhatsApp warga. Proyek yang seharusnya menjadi lompatan teknologi pendidikan, malah disorot sebagai pesta pora anggaran.
Sementara, mantan Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Syaiful Abdi, yang kini divonis 3 tahun penjara dalam kasus rekrutmen PPPK guru tahu 2023, Syaiful akan membongkar praktik jorok ini jika nanti kasusnya ditimpahkan kepadanya. Karena, Syaiful tidak menikmati upeti dari SMARTboard itu, Pejabat utama mantan PJ Bupati Langkat, hingga Bagian Keuangan dan Aset Daerah dan Sekretaris Daerah diduga menikmati.
Semua mata kini tertuju pada Kajari Langkat, Asbach SH apakah ia benar-benar akan membongkar jaringan yang bermain, atau kasus ini akan menjadi drama setengah hati yang berakhir dimeja negosiasi gelap.
Tuntutan publik jelas, bongkar tuntas, tarik barang yang nyasar, kembalikan uang negara, dan hukum seberat-beratnya siapa pun yang terbukti memakan jatah pendidikan anak-anak Langkat.
“Kami sudah muak dengan kasus yang diselesaikan setengah jalan. Pendidikan adalah masa depan anak bangsa, bukan ladang bancakan pejabat,” ujar Syahrial seorang aktivis Anti korupsi di Langkat.(Misno)