INformasinasional.com, LANGKAT – Aroma busuk dugaan korupsi ditubuh Pemerintah Kabupaten Langkat kembali menyeruak. Kali ini, proyek pengadaan 312 unit SMARTboard senilai Rp 49,9 miliar di Dinas Pendidikan yang dibiayai APBD-P (DAU) 2024, justru mengungkap fakta mencengangkan. Empat unit canggih itu diduga “nyasar” kesekolah milik pejabat proyek sendiri.
Wakil Ketua DPRD Langkat, Romelta Ginting SE dari Fraksi PDI Perjuangan, tak main-main. Ia menuding ada “permainan ganda” dalam distribusi barang mewah berteknologi tinggi ini. Menurutnya, oknum Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Supriadi, bukan sekadar mengatur pengadaan, tapi juga diduga mengarahkan sebagian hasil proyek kekantong pribadinya.
“Ini jelas pelanggaran. SMARTboard adalah belanja modal, bukan hibah. Barang ini milik daerah, tidak boleh dikuasai pihak swasta,” tegas Romelta Ginting saat dihubungi INformasinasional.com, Jumat (8/8/2025).
Romelta mengungkap, Supriadi diduga memanfaatkan posisinya untuk mengatur distribusi SMARTboard, bahkan sampai memastikan empat unit senilai lebih dari Rp 632 juta masuk ke SMPS Tunas Mandiri di Desa Suka Maju, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Fakta yang membuat publik terperangah, sekolah tersebut disebut-sebut milik Supriadi sendiri yang dikelola istrinya selaku kepala Yayasan SMPS Tunas Mandiri.
Permainan ini, kata Romelta, tak hanya menabrak aturan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, tapi juga mengakibatkan ‘kejahatan angka’ dalam laporan keuangan daerah.
“Kalau 12 unit diberikan keswasta, maka LRA belanja modal akan lebih saji Rp 1,9 miliar. Ini bukan kesalahan kecil,” katanya.
Romelta mendesak Inspektorat dan Pemda bertindak cepat. Bukan hanya menginventarisasi, tetapi menarik kembali SMARTboard dari sekolah yang tak berhak. Ia mengingatkan, pembiaran kasus ini akan memicu gelombang kemarahan masyarakat dan memperdalam ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
“Empat unit disatu sekolah swasta itu tidak wajar. Tarik segera! Apalagi ini sudah masuk ranah hukum. Jangan tunggu publik meledak,” kata Romelta lagi.
Sementara itu, Nanang Hadi Irawan, Irban III Inspektorat Kabupaten Langkat, justru mengaku baru mengetahui kasus ini dari wartawan. “Maaf, saya baru dapat informasi. Akan kami koordinasikan dengan dinas terkait,” katanya, Kamis (7/8/2025) sore.
Meski demikian, Nanang mengakui aturan jelas melarang belanja modal diberikan kepihak swasta. “Itu bisa jadi temuan. Kategorinya belanja barang yang diserahkan kepihak ketiga,” katanya.
Kejaksaan Bergerak, 18 Saksi Sudah Diperiksa
Kasi Intelijen Kejari Langkat, Ika Lius Nardo SH MH, memastikan penyelidikan tengah berjalan. “Masih lid (penyelidikan),” katanya singkat, Rabu (30/7/2025).
Namun, singkatnya pernyataan tak menutupi fakta bahwa penyidik telah memeriksa 18 saksi dari kalangan ASN dan pihak swasta rekanan. Pemeriksaan dilakukan secara maraton untuk mengurai dugaan korupsi yang disebut-sebut merugikan negara miliaran rupiah.
Skandal ini menjadi bahan obrolan hangat diwarung kopi hingga grup WhatsApp warga Langkat. Proyek pendidikan yang mestinya mendorong mutu pembelajaran kini malah dicurigai sebagai pesta pora anggaran untuk segelintir orang.
Kini, mata publik tertuju pada Kajari Langkat, Asbach SH. Apakah ia akan benar-benar membongkar jaringan yang bermain dibalik proyek ini, atau justru hanya memberi pertunjukan taring sebelum duduk dimeja negosiasi gelap?
Satu hal yang pasti, masyarakat sudah bosan dengan drama setengah hati. Mereka menuntut pengungkapan total, penarikan barang, pengembalian uang, dan hukuman setimpal bagi siapapun yang terbukti memakan jatah pendidikan anak-anak Langkat.(Misno)