INformasinansional.com*
IRONI fiskal itu meledak dari ruang rapat yang dingin di DPRD Langkat. Saat angka defisit APBD menancap diangka Rp242 miliar, sebuah proyek raksasa Rp49,9 miliar justru dilahirkan. Namanya, SMARTboard, papan tulis pintar yang disebut-sebut bakal ‘merevolusi’ pembelajaran disekolah-sekolah.
Namun bagi publik, papan pintar itu justru lebih mirip papan sulap, ‘lahir tiba-tiba, tanpa catatan dalam draf awal KUA-PPAS, seolah-olah jatuh dari langit’.
Awalnya sederhana. Pada 29 Juli 2024, Kepala BPKAD Langkat menerbitkan surat bernomor 900.1.1-152/BPKAD/2024. Surat itu adalah pintu masuk perubahan APBD atau P-APBD. Dari sinilah kisah ganjil bermula.
Seharusnya, ditengah defisit menganga, pemerintah daerah menahan belanja, bukan menambah proyek baru. Namun keanehan justru terjadi. Dari dapur anggaran yang dikomandoi TPAD, proyek smartboard tiba-tiba nongol.
“Ini jelas bukan kebutuhan darurat, melainkan kebutuhan politis”
Argumen resmi menyebut SMARTboard dibutuhkan untuk meningkatkan mutu belajar. Tapi pertanyaan publik tak terjawab, kenapa bukan peningkatan literasi digital siswa? Kenapa bukan pelatihan guru, atau memperbaiki ruang kelas yang atapnya bocor?
Dilapangan, banyak guru bahkan belum pernah menyentuh perangkat itu. “Papan pintar apa? Pakai laptop saja mereka masih belajar. Kalau tiba-tiba masuk alat mahal, siapa yang ajari mereka?
Lebih mencurigakan, pencairan dana kerekanan disebut berjalan cepat, bahkan tak lazim. Seolah ada dorongan kuat agar proyek selesai sebelum tahun anggaran berakhir.
“Uangnya turun kilat. Itu yang membuat publik heran”
Dibalik itu, bisik-bisik soal “uang ketuk palu” kian nyaring terdengar. Disebut-sebut, sebagian pimpinan Banggar DPRD menerima setoran agar proyek SMARTboard meluncur mulus disaat Langkat dipimpin HM Faisal Hasrimy selaku PJ Bupati Langkat.
Ketua Banggar DPRD Langkat, Ralin Sinulingga, hingga kini memilih diam. Konfirmasi via WhatsApp sejak 8 Oktober 2025 tak berbalas. Diam yang justru kian menegaskan dugaan publik: ada yang ditutupi.
Padahal, secara normatif, setiap perubahan nomenklatur anggaran mesti melalui rapat resmi dengan pimpinan DPRD. Hingga kini tak ada dokumen publik yang menunjukkan dasar perubahan itu.
TPAD sejatinya hanya tim teknis. Namun dalam praktik, mereka adalah juru masak utama. Setiap rupiah di APBD lahir dari dapur mereka, disajikan kemeja Banggar DPRD untuk diberi “bumbu politik”.
Kini, ketika aroma penyimpangan mulai tercium tajam, TPAD tak bisa lagi bersembunyi dibalik jargon teknokratis. Mereka harus menjawab, siapa yang menekan tombol hijau untuk proyek ini?
Kejaksaan Negeri Langkat sudah turun tangan. Serangkaian penggeledahan dan penyitaan barang bukti di Dinas Pendidikan dilakukan. Arah penyelidikan kian jelas, proyek SMARTboard bukan sekadar soal pengadaan alat, tetapi soal manipulasi anggaran.
Jika dugaan “kongkalikong” antara TPAD, Banggar, dan Dinas Pendidikan terbukti, skandal ini bisa jadi bara hukum paling panas di Langkat menjelang akhir 2025.
“ni bukan sekadar pemborosan, tapi perampokan anggaran ditengah defisit
Ditengah ruang kelas bocor, meja rusak, dan murid yang belajar berdesakan, pemerintah daerah justru menghamburkan hampir Rp50 miliar untuk papan pintar yang belum tentu bisa digunakan.
Bagi rakyat Langkat, SMARTboard ini bukan alat pembelajaran, melainkan papan pengumuman, papan yang menuliskan betapa anggaran bisa dipermainkan oleh mereka yang berkuasa.
(Penulis: Pemimpin Redaksi INformasinasional.com)
Discussion about this post