INformasinasional.com, JAKARTA – Peta politik jelang Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) semakin panas dan mendebarkan. Hanya tinggal menghitung hari menuju perhelatan akbar di BPPTIK, Komdigi, Cikarang, Bekasi, 29-30 Agustus 2025, namun arah dukungan sudah mengerucut pada satu nama, yakni ke Akhmad Munir.
Pria yang kini menjabat Direktur Utama LKBN Antara itu menjelma sebagai magnet politik organisasi. Dengan dukungan sedikitnya 20 PWI Daerah Provinsi, mayoritas suara kongres. Munir dipandang sebagai kandidat paling solid, sekaligus figur pemersatu yang siap membawa PWI keluar dari bayang-bayang dualisme yang sempat menggerogoti tubuh organisasi wartawan terbesar di Indonesia ini.
Rapat konsolidasi bersama para ketua dan pengurus harian PWI Provinsi di Jakarta, Rabu malam (20/8/2025), menjadi panggung penegasan kekuatan Munir. Bukan hanya sekadar jumlah dukungan, melainkan juga kualitasnya. Sejumlah tokoh besar yang sebelumnya digadang maju, justru memilih menyingkir dan memberikan dukungan penuh kepadanya.
Nama-nama besar seperti Zulmansyah Sekedang (mantan Ketua PWI Riau sekaligus Ketua Umum PWI Pusat versi KLB 2024), Atal S Depari (Ketua Umum PWI periode 2018-2023), hingga Johnny Hardjojo (mantan Ketua Departemen Pertahanan PWI Pusat) kompak menegaskan tidak akan maju. Mereka menyerahkan tongkat estafet dukungan kepada Munir.
“Ini bukan sekadar dukungan, ini adalah pernyataan soliditas. Sebuah konsolidasi besar yang mengunci arah kongres,” ujar salah satu peserta rapat konsolidasi.

Dihadapan para ketua PWI provinsi, Munir yang akrab disapa Cak Munir menegaskan kesiapannya. “Bismillah, saya maju untuk membawa PWI bersatu kembali, melakukan rekonsiliasi, sekaligus melakukan konsolidasi organisasi, terutama penguatan PWI didaerah seluruh Indonesia,” katanya Rabu (21/8/2025) malam.
Sebagai wartawan kawakan yang lahir dari daerah, Munir mengaku sangat memahami denyut PWI diakar rumput. Dua periode memimpin PWI Jawa Timur, kemudian dipercaya sebagai Ketua Bidang Daerah PWI Pusat, membuatnya mengerti betul bahwa wartawan daerah adalah ujung tombak pers nasional.
“Darah saya PWI. Sejak menjadi wartawan tahun 1991, hidup saya bersama PWI, terutama didaerah. Karena itu saya ingin mengembalikan marwah PWI sekaligus memastikan daerah mendapat perhatian lebih besar,” tegasnya penuh semangat.
Munir tak hanya datang dengan dukungan politik. Ia membawa segudang program strategis yang berpihak pada kepentingan daerah dan masa depan pers Indonesia. Beberapa diantaranya,
Konsolidasi organisasi secara menyeluruh untuk menutup rapat dualisme yang sempat memecah PWI.
Membangun ekosistem pers nasional yang kuat dan mandiri.
Meningkatkan kapasitas wartawan daerah melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW), pelatihan berjenjang, workshop digital, hingga penguatan media lokal.
Digitalisasi kelembagaan PWI agar adaptif dengan perkembangan teknologi.
Pengembangan literasi jurnalisme dan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) untuk menghadapi tantangan era disrupsi media.
Program-program tersebut bukan sekadar janji, melainkan peta jalan yang diyakini mampu mengembalikan martabat PWI sebagai rumah besar wartawan Indonesia.
Dengan dukungan mayoritas PWI provinsi, restu tokoh senior, serta visi besar yang menitikberatkan kepentingan daerah, Munir dipandang bukan hanya sebagai kandidat terkuat, melainkan juga figur pemersatu.
Konsolidasi yang terjadi di Jakarta menjadi momentum lahirnya harapan baru bagi PWI. Harapan agar organisasi ini kembali solid, bermartabat, dan mampu menghadapi tantangan besar pers diera digital.
Kini, mata publik pers nasional tertuju ke Cikarang. Kongres PWI 2025 diyakini bukan sekadar forum pemilihan ketua, melainkan titik balik sejarah organisasi. Dan ditengah riuh dukungan, satu nama sudah berdiri digarda terdepan: Akhmad Munir, sang pemersatu PWI.(Misno)