INformasinasional.com, Nias Utara – Aroma ketidakberesan tercium dari proyek pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Botombawo, Kecamatan Sitolu Ori, Kabupaten Nias Utara. Sejumlah warga lokal yang bertindak sebagai subkontraktor menagih janji pembayaran hasil kerja mereka kepada kontraktor utama, PT Budi Jaya General. Nilainya tidak main-main diperkirakan mencapai Rp1,5 miliar.
Frenieli Hulu, salah satu subkontraktor lokal, kepada INformasinasional.com, Selasa (8/7/2025), mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, pihaknya bersama beberapa subkontraktor lain sudah menyelesaikan item pekerjaan sesuai dengan isi Surat Perjanjian Kontrak (SPK). Namun, hingga kini, sisa pembayaran mereka belum juga dilunasi.
“Kalau ditotal kurang lebih Rp1,5 miliar lagi sisa uang kami yang belum dibayar. Padahal volume pekerjaan sudah kami kerjakan sesuai dengan SPK yang ditandatangani oleh Project Manager berinisial KMS,” ujar Frenieli geram.
Senada, dua subkontraktor lainnya, Rahmat Jaya Hulu dan Faatulo Hulu, juga mengaku frustrasi dengan situasi tersebut. Mereka menegaskan tidak terkait dengan konflik internal yang mungkin dialami perusahaan, tetapi hanya menuntut hak atas jerih payah mereka.
“Kami tidak tahu-menahu soal permasalahan internal perusahaan. Yang kami minta hanya pembayaran pekerjaan kami sesuai volume yang telah diselesaikan. Bahkan selama ini pembayaran ke kami sering tersendat, sehingga kami beberapa kali terpaksa melakukan mogok kerja,” beber Rahmat.
Para subkontraktor mengaku sudah menempuh berbagai langkah persuasif. Mereka telah mengirimkan surat penagihan ke pihak kontraktor utama dan meminta fasilitasi dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek. Namun, hingga saat ini belum ada respon yang memuaskan.
Tak berhenti di situ, laporan tertulis juga telah dikirimkan kepada Bupati Nias Utara dengan harapan adanya campur tangan pemerintah daerah untuk membantu menyelesaikan kisruh ini.
“Kami menunggu itikad baik pihak kontraktor utama. Jika tidak ada penyelesaian dalam waktu dekat, kami akan menempuh jalur hukum, sesuai ketentuan pasal 11 di SPK,” tegas Frenieli.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Project Manager PT Budi Jaya General, berinisial KMS, hingga berita ini diturunkan tidak membuahkan hasil. Nomor telepon selulernya tidak aktif ketika dihubungi.
Kondisi ini semakin memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat tentang nasib proyek TPST Botombawo yang kini terhenti total. Proyek yang seharusnya menjadi solusi penanganan sampah di wilayah tersebut justru menyisakan masalah baru: pembayaran yang macet dan pekerjaan yang mangkrak.
Kini publik menunggu langkah tegas pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memastikan hak-hak pekerja lokal tidak dikorbankan atas nama proyek besar.
(Laporan: Sokhinaaro Zega)