INformasinasional.com, MAKASSAR – Panggung hukum Sulawesi Selatan kembali bergetar. Kamis sore, 4 September 2025, halaman belakang Markas Polda Sulsel berubah menjadi arena peragaan wajah kejahatan. Satu per satu, dengan barisan teratur, 23 terduga pelaku pembakaran dan penjarahan dua gedung DPRD di Kota Makassar diarak keluar.
Mereka bukan lagi sekadar angka dalam laporan polisi, melainkan tubuh-tubuh nyata yang kini dipajang sebagai simbol keseriusan aparat menindak kerusuhan brutal akhir Agustus lalu.
Barisan pertama, empat orang bertopeng, berseragam kaos tahanan merah. Dibawa dengan kawalan ketat Resmob Polda Sulsel, langkah mereka kaku, wajah terbenam dalam kain penutup yang tak mampu menutupi stigma.
Barisan kedua, sepuluh orang dengan baju oranye khas tahanan Polrestabes Makassar. Mereka keluar dari perut mobil tahanan, dikawal personel Jatanras, tatapan kosong namun sorot kamera wartawan memburu setiap gerakan.
Barisan ketiga, sembilan orang lagi dalam kaos merah, kembali digiring Resmob. Lengkaplah 23 terduga pelaku yang kini dijajarkan bak pasukan kalah perang, memasuki ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Jumlah itu melonjak drastis. Dari semula 10 orang sehari sebelumnya, bertambah menjadi 11 tersangka, lalu kini 23 yang dibawa ke hadapan publik. “Saat ini yang sudah ditetapkan tersangka sebanyak 11 orang,” ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Didik Supranoto sehari sebelumnya. Tapi gelombang penangkapan belum berhenti, seperti api yang terus mencari bahan bakar.
Delapan orang disebut terlibat langsung dalam pembakaran dan penjarahan di Gedung DPRD Kota Makassar di Jalan AP Pettarani. Tiga lainnya ikut membakar Gedung DPRD Provinsi Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo. Kedua gedung wakil rakyat itu luluh lantak dihantam amarah massa pada 29–30 Agustus.
Dari balik kepulan asap dan runtuhnya simbol demokrasi lokal itu, tiga nyawa ikut terenggut. Muh Akbar Basri (26), staf Humas DPRD Makassar; Sarinawati (25), staf Fraksi PDIP; dan Saiful Akbar (46), Kasi Kesra Kecamatan Ujung Tanah, tewas terjebak di gedung yang dilalap api. Tragedi itu menjadikan aksi politik jalanan berubah menjadi catatan kelam berdarah.
Kini, jerat hukum menanti. Penyidik menabalkan empat pasal sekaligus, Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan, Pasal 362 dan 363 tentang pencurian biasa dan pemberatan, serta Pasal 187 tentang pembakaran. Ancaman hukuman tidak main-main: mulai dari 5 tahun, 7 tahun, hingga 20 tahun, bahkan seumur hidup.*(Misn’t)