INformasinasional.com, LANGKAT – Terkait meninggalnya PA boru Nainggolan, seorang remaja putri usia 18 tahun yang tertimpa batang pohon tumbang dipinggiran lapangan Alun Alun Tengku Amir Hamzah, Stabat, Lingkungan perkantoran Pemkab Langkat, Senin 14 Juli 2025 sekitar pukul 17.45 WIB. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Langkat bisa dipidana, karena tidak ada progres kerja tentang perawatan dan pemangkasan pohon pelindung di area sekitar perkantoran Pemkab Langkat, atau Rencana kerja DLH Langkat untuk taman publik. Diketahui, DLH Langkat tidak menunjukkan dokumentasi sistematis untuk kegiatan pemeliharaan dan perawatan pohon pelindung.
Anggaran DLH Langkat tidak transparan untuk pemeliharaan pohon publik. Ini dibuktikan tidak ditemukannya fokumentasi bukti SPK atau BA kerja pemangkasan untuk DLH Langkat. Hal ini dikarenakan akuntabilitas DLH Langkat rendah hingga pemisahan pos pemangkasan pohon tidak jelas
Sehingga, tragedi merenggutnya nyawa remaja putri, PA boru Nainggolan di pinggiran lapangan Alun Alun Amir Hamzah Stabat berpotensi Pidana dan Perdata, akibat kelalaian pihak yang bertanggung jawab. Kelalaian terbukti DLH tidak memiliki sistem perencanaan pemeliharaan pohon. Sehingga Ketiadaan dokumentasi dapat memperkuat dugaan “kealpaan” (Pasal 359 KUHP) dan “perbuatan melawan hukum” (Pasal 1365 KUHPerdata). Bahkan, BPAD/DPRD serta Inspektorat lalai menyelidik, mengapa pos-program penting itu tidak terpanggil dalam struktur belanja.
Praktisi hukum, Simon Napitupulu SH MH menilai, kematian korban PA boru Nainggolan merupakan kelalaian karena kealpaan. “Ini Bukan Musibah, Ini Kelalaian, kita akan bawa kasus ini keranah hukum,” kata Simon, Rabu (16/7/2025).
Praktisi hukum pidana menilai insiden ini jelas bukan sekadar bencana alam atau musibah. Ada unsur kelalaian yang dapat dijerat pidana.
“Pasal 359 KUHP menyebutkan, barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau kurungan paling lama 1 tahun,” katanya kepada INformasinasional.com.
“Ia merinci unsur-unsur yang terpenuhi, yakni Kealpaan. Minimnya perawatan pohon tua di area publik. Kemudian Sebab-akibat. Cabang pohon patah yang menimpa korban langsung menyebabkan kematian. Dan Kematian, hilangnya nyawa seorang remaja putri yang tengah berolahraga diruang publik.
Selain pidana, Pemkab Langkat juga bisa digugat secara perdata. Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum menegaskan bahwa pihak yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya wajib mengganti kerugian tersebut.
Investigasi INformasinasional.com menemukan bahwa pohon-pohon pelindung di Alun-Alun Stabat, yang jumlahnya mencapai ratusan, banyak yang dalam kondisi memprihatinkan. Batang pohon terlihat berlubang, kulitnya mengelupas, ranting rapuh, dan akar-akar besar mengangkat permukaan trotoar.
“Setiap musim angin kencang, kami selalu was-was. Sudah sering kami laporkan kondisi ini ke pihak kelurahan dan dinas terkait, tapi tidak ada tindakan. Sekarang nyawa anak orang jadi taruhannya,” kata Suryati, warga yang rumahnya hanya 200 meter dari Alun-Alun.
Foto-foto yang beredar dimedia sosial memperlihatkan kondisi pohon yang lapuk dimakan usia. Warganet dengan cepat meluapkan kemarahan melalui tagar #PohonTuaStabat dan #LangkatWaspada.
“Selama ini DLH kemana? Anggaran pemeliharaan pohon ada atau tidak? Jangan-jangan hanya ada diatas kertas!” tulis akun Twitter @LangkatAlert yang viral dalam beberapa jam setelah kejadian.
Pejabat Terkait Bungkam, Publik Geram
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Langkat, Harmain, memilih bungkam. Panggilan telepon dan pesan WhatsApp dari wartawan tak direspons.
Sementara, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab Langkat, Wahyudianto, saat dihubungi secara terpisah, Selasa (15/7/2025) menyampaikan belasungkawa mendalam atas musibah tersebut. Pemkab Langkat, kata dia, telah menyerahkan santunan sebesar Rp 10 juta untuk membantu biaya rumah sakit dan ambulans korban.
“Kami sangat berduka cita. Pemkab telah memberikan bantuan sebagai bentuk kepedulian kepada keluarga korban,” ujarnya singkat.
Warganet menilai sikap tertutup ini sebagai upaya menghindari tanggung jawab.
Disisi lain, Kepala BPBD Langkat, Ansyari, menyebut pihaknya sudah turun tangan melakukan evakuasi dan menyerahkan santunan sebesar Rp 10 juta kepada keluarga korban.
“Ini sebagai bentuk kepedulian Pemkab Langkat kepada korban dan keluarga,” ujarnya singkat.
Namun, pernyataan ini justru menuai kritik. Banyak yang menilai santunan itu tak sebanding dengan nyawa yang hilang akibat kelalaian pemerintah.
“Nyawa anak muda itu bukan Rp 10 juta! Kami butuh jaminan keselamatan, bukan hanya belasungkawa,” kata Edi, warga yang rutin berolahraga di Alun-Alun.
Audit Anggaran DLH Kemana Uang Perawatan?
Berdasarkan dokumen APBD yang diperoleh INformasinasional.com, DLH Langkat setiap tahunnya mengalokasikan anggaran ratusan juta rupiah untuk pemeliharaan taman kota dan pohon pelindung. Pada 2024, tercatat anggaran sebesar Rp 850 juta untuk “Pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau dan Pohon Pelindung”.
Namun, hasil pantauan lapangan tidak mencerminkan adanya perawatan rutin. Tidak ada tanda-tanda pemangkasan cabang, pengecekan kesehatan pohon, atau penggantian pohon lapuk.
“Kalau anggaran itu digunakan dengan benar, seharusnya tidak ada pohon rapuh ditengah kota. Ini harus diaudit oleh BPK atau lembaga independen,” desak praktisi anti-korupsi, Irwan Siregar.
Di rumah duka di Pematang Siantar, keluarga PA boru Nainggolan masih terpukul. Keluarganya, Yuniar boru Sihombing, tidak kuasa menahan tangis saat ditemui wartawan.
“Anak saya itu sehat, ceria, punya banyak cita-cita. Dia ingin kuliah tahun ini. Kenapa dia harus mati karena pohon yang dibiarkan rapuh begitu?” ucapnya dengan suara bergetar.
Pihak keluarga sedang mempertimbangkan langkah hukum terhadap Pemkab Langkat. “Kami akan berkonsultasi dengan pengacara untuk menuntut keadilan. Jangan ada lagi korban berikutnya,” tegas kekuarga Nainggolan di Pematang Siantar.
Tragedi di Alun-Alun Stabat ini menjadi sinyal bahaya bagi seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Keselamatan publik diruang terbuka tidak boleh dipandang remeh. Pemkab Langkat harus segera melakukan inspeksi menyeluruh terhadap semua pohon pelindung. Pemangkasan cabang rapuh dan penebangan pohon yang lapuk. Audit penggunaan anggaran perawatan. Dan penyusunan SOP pemeliharaan pohon diruang publik.
Jika tidak, nyawa yang melayang di Stabat hanyalah awal dari deretan tragedi yang bisa dicegah.
Nyawa yang Terlambat Diselamatkan
PA boru Nainggolan kini hanya bisa dikenang sebagai korban kelalaian sistemik. Sementara publik masih menunggu apakah ada pejabat yang berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab. Ataukah, seperti biasa, kasus ini akan hilang ditelan waktu dan serangkaian “janji perbaikan” yang tak pernah ditepati?
Malam pekat menjerat Alun‑Alun Stabat pasca tragedi nahas yang menewaskan PA boru Nainggolan (18). Remaja putri lulusan SMA tersebut tengah jogging di sekitar lapangan saat sebuah cabang pohon pelindung patah karena tiupan angin cukup kuat dan menimpanya. Nyawanya tak tertolong hingga meregang dalam sekejap dalam lokasi yang seharusnya aman dan nyaman bagi warga.
Namun, malapetaka ini bukanlah sebuah kecelakaan unik, melainkan hasil dari akumulasi kelalaian jangka panjang dalam pengelolaan ruang publik milik Pemkab Langkat.
APBD Langkat Angka Mega, Perhatian Minim
Menurut data Progress Report Sumut, total APBD Kabupaten Langkat membengkak dari Rp 2,382 triliun (2023), Rp 2,722 triliun (2024) hingga Rp 2,772 triliun (2024 final).
DPRD pun telah menyetujui laporan pertanggungjawaban APBD 2022 senilai Rp 2,213 triliun. Namun, bergunungnya dana bukan jaminan keamanan publik.
Menariknya, dokumen anggaran APBD, baik belanja operasi, modal, maupun transfer, tidak memuat pos spesifik yang menyebut “pemangkasan pohon”, “perawatan pohon kota”, atau “audit pohon publik” oleh DLH. Ini adalah kealpaan administratif sekaligus nyata.
Sementara mengungkap potensi mark‑up honor petugas DLH hingga 427 orang honorar (termasuk yang bertugas ketaman dan alun‑alun), dengan bayaran hingga Rp 1,4 juta per bulan. Namun kenyataannya, pohon tua masih dibiarkan terabaikan, trotoar terangkat, dan risiko meledak musim angin.(MisnoAdi)