INformasinasional.com, BANDA ACEH — Suasana penuh kekhusyukan menyelimuti ruang utama Grand Aceh Hotel Syariah, Banda Aceh, Kamis malam (21/08/2025). Ratusan pasang mata terpaku, bukan hanya karena momen puncak penutupan Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Tingkat Provinsi Aceh, melainkan juga karena kehadiran sosok muda yang kini menjadi inspirasi baru di Tanah Rencong: Tgk. Muchtar Andhika, imam termuda di Aceh yang bertugas di Masjid Al-Falah, Gampong Ujong Kareung, Kota Sabang.
Acara bergengsi yang mempertemukan ratusan santri dari berbagai dayah dan pesantren se-Aceh ini bukan sekadar ajang lomba membaca dan menafsirkan kitab kuning. MQK adalah wujud nyata tradisi intelektual Islam yang telah berurat akar dalam sejarah keilmuan dan peradaban Aceh. Lebih dari sekadar kompetisi, kegiatan ini menjadi momentum silaturahmi, penguatan ukhuwah Islamiyah, sekaligus ruang lahirnya generasi ulama muda berilmu dan berakhlak.
Imam Muda, Semangat Baru
Kehadiran Tgk. Muchtar Andhika bersama gurunya, Abi H. Nazaruddin, S.Pd.I, Pimpinan Dayah Sirajul Munir Al-Aziziyyah, Kecamatan Sukajaya, Sabang, menambah khidmat suasana. Dengan wajah teduh dan tutur kata sederhana, ia menyampaikan pesan penuh makna yang seketika membakar semangat para santri.
“Alhamdulillah, malam ini saya hadir ikut menyemarakkan acara. Semoga yang mendapatkan prestasi tetap mempertahankannya dan terus konsisten mendalami ilmu. Ingat, tidak boleh ada sifat sombong dalam menuntut ilmu,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.
Bagi Tgk. Muchtar, santri bukan hanya murid di pesantren. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga ajaran Islam di Aceh, benteng moral yang akan menentukan wajah masa depan masyarakat. “Melalui MQK, kita berharap lahir generasi ulama muda yang berilmu, berakhlak, dan siap mengabdi kepada masyarakat,” tegasnya.
MQK bukanlah ajang baru bagi masyarakat Aceh. Sejak dulu, kitab kuning menjadi sumber ilmu pengetahuan, moral, dan pedoman sosial. Aceh, dengan julukan Serambi Mekkah, memiliki tanggung jawab besar menjaga warisan keilmuan ini. MQK tahun 2025 semakin menegaskan bahwa tradisi ini tak akan lekang dimakan zaman.
Ratusan santri yang tampil di arena lomba bukan hanya mengadu kecakapan membaca dan menafsirkan teks klasik, tetapi juga menghidupkan kembali semangat keilmuan Islam yang menekankan kedalaman ilmu, keikhlasan, dan akhlak mulia.
Hadirnya sosok imam muda seperti Tgk. Muchtar Andhika di tengah ajang sebesar MQK menjadi simbol kebangkitan generasi baru ulama Aceh. Di tengah tantangan zaman yang kian kompleks, figur seperti dirinya dianggap mampu menjadi teladan: sederhana, rendah hati, tapi tegas dalam menanamkan nilai keislaman.
Tak berlebihan jika kehadiran Tgk. Muchtar malam itu menjadi magnet tersendiri. Bukan hanya bagi santri, tapi juga bagi seluruh tamu undangan yang yakin bahwa masa depan Aceh akan tetap terjaga selama masih ada santri yang istiqamah menjaga ilmu dan iman.
MQK Aceh 2025 akhirnya ditutup dengan penuh kebanggaan. Namun gema pesan Tgk. Muchtar malam itu seolah menjadi penutup yang paling berkesan: Ilmu adalah cahaya, dan santri adalah lentera yang akan menerangi Aceh hingga ke masa depan.(Misno)