INformasinasional.com, JAKARTA. Kasus dugaan pelanggaran dalam skema cash back di tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) terus bergulir. Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, H. Helmi Burman, yang juga menjadi pelapor, secara tegas menolak upaya penyelesaian melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) dan mendesak agar Polda Metro Jaya segera menggelar perkara guna memastikan kepastian hukum.
Penolakan terhadap jalur RJ disampaikan Helmi saat memenuhi undangan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya pada Selasa (29/4/2025), sesuai surat Nomor: B/7630/III/RES.1.11/2025/Direskrimum. Undangan tersebut merujuk pada Peraturan Kepolisian RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang penanganan dan penyelesaian perkara melalui Keadilan Restoratif.
“Kami menghargai itikad baik kepolisian dalam menawarkan RJ. Namun berdasarkan keputusan Rapat Pleno PWI Pusat, kasus ini harus diselesaikan melalui proses hukum di pengadilan, bukan jalur damai,” ujar Helmi Burman, didampingi sejumlah tokoh PWI Pusat saat hadir di Polda.
Turut hadir mendampingi Helmi antara lain Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang, Sekjen Wina Armada Sukardi, Ketua Dewan Kehormatan Sasongko Tedjo, Wakil Ketua Dewan Penasehat Atal S. Depari, serta tim hukum Anriko Pasaribu dan Arman Fillin.
Zulmansyah menambahkan, berbagai upaya mediasi sebelumnya telah ditempuh demi menjaga keutuhan organisasi, termasuk yang difasilitasi oleh Dewan Pers, Kemenkumham, hingga Wakil Menteri Komunikasi dan Digital RI, namun semuanya berakhir tanpa hasil.
[irp posts=”39776″ ]
“Terakhir, Wamenkomdig Nezar Patria memediasi di Hotel Borobudur pada 22 November lalu. Kongres PWI sempat disepakati untuk dipercepat, tapi kandas karena pihak HCB ingin memasukkan Plt Ketua PWI Provinsi hasil penunjukannya sebagai peserta. Ini tidak sesuai dengan hasil Konferprov dan melanggar AD/ART PWI,” ujar Zulmansyah.
Mantan Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari yang turut hadir juga menyuarakan dukungan agar kasus ini segera dibawa ke pengadilan. Ia menilai hanya dengan gelar perkara yang transparan, kepercayaan publik dan anggota PWI yang berjumlah lebih dari 20 ribu orang bisa dipulihkan.
“Supaya kasus cash back ini terang benderang, gelar perkara harus segera dilakukan. Sudah terlalu lama menunggu,” tegas Atal.
Atal juga mengingatkan bahwa secara etika organisasi, HCB telah dua kali dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan PWI: pertama berupa teguran keras, dan kedua berupa pemberhentian penuh sebagai anggota. Sanksi ini diberikan atas tindakan yang dinilai merendahkan martabat organisasi.
“Belum pernah dalam sejarah PWI ada Ketua Umum yang dua kali disidang dan dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Kehormatan. Itu artinya, pelanggarannya serius dan tidak bisa dianggap sepele,” ungkap Atal.
Atal menegaskan, meski secara etika dan organisasi telah dijatuhi sanksi, proses hukum tetap perlu ditempuh untuk membuktikan secara legal sah atau tidaknya praktik cash back tersebut.
“Karena itu, biarlah pengadilan yang memutuskan benar atau salahnya perbuatan itu secara hukum. Kami mendukung penuh polisi untuk membawa kasus ini ke meja hijau,” pungkasnya.*