INformasinasional.com, KOTA SOLOK –
Aroma busuk dugaan praktik pungutan liar kembali menyeruak di dunia pendidikan. Kali ini, sorotan publik tajam tertuju pada MTsN Kota Solok, sebuah madrasah negeri di bawah naungan Kementerian Agama yang terletak di Jalan Syeckh Zakaria, Kelurahan Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, Sumatera Barat.
Program yang dikemas dengan nama manis “Tabarat – Tabungan Dunia Akhirat” kini berubah jadi kontroversi besar. Pasalnya, meski disebut sumbangan sukarela, faktanya setiap hari Jumat para siswa wajib menyetorkan sejumlah uang. Ironis, sebuah sekolah negeri justru diduga menjadikan tabungan akhirat sebagai kedok pungli yang sistematis.
Dengan total 918 siswa, aliran dana Tabarat ini bukan main-main. Kepala Sekolah MTsN Kota Solok, Marta Rinalson, saat dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya pungutan Tabarat tersebut. Ia berkilah, pungutan itu bersifat sukarela. Namun, data di lapangan menunjukkan setiap Jumat terkumpul minimal Rp500 ribu – Rp800 ribu, bahkan bisa lebih.
Jika dihitung kasar, dalam sebulan bisa terkumpul belasan juta rupiah, dalam setahun jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Sayangnya, ketika ditanya ke mana aliran dana tersebut bermuara, jawaban sang kepala sekolah justru membingungkan. “Saya tidak tahu pasti, biasanya untuk keperluan mushala sekolah,” katanya.
Lebih parah lagi, saat tim media meminta bukti transparansi penggunaan uang Tabarat dipapan pengumuman sekolah, tidak ada satu pun laporan yang terlihat. Praktik yang semestinya jernih justru makin keruh.
Investigasi yang dilakukan dilapangan mengungkap fakta lebih mencengangkan. Dana Tabarat kuat diduga dipakai untuk mengangsur utang koperasi sekolah sebesar Rp50 juta. Data menunjukkan adanya pinjaman di Koperasi KPRI Kemenag Kota Solok atas nama bendahara Tabarat “ZLM”, dengan tenor 24 kali cicilan. Hingga Agustus 2025, sudah 20 kali angsuran dilakukan, masing-masing sekitar Rp2 juta lebih.
Pertanyaan besar pun mencuat: Apakah uang anak-anak dipakai menutup utang koperasi sekolah?
Ketua LSM Forum Rembuk Anak Nagari, Akirizal Datuak Rangkayo Basa, menegaskan bahwa program Tabarat ini tidak memiliki dasar hukum. Ia menuding sekolah bisa terjerat Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan di sekolah.
“Kalau uang dipakai untuk kepentingan lain tanpa transparansi, itu jelas-jelas pungli berkedok Tabarat. Sekolah harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Lebih memilukan lagi, berdasarkan informasi yang dihimpun, pada akhir 2023 pihak sekolah diduga terjebak penipuan. Ada oknum yang mengaku sebagai pejabat Pemko Solok menawarkan hibah Rp300 juta, dengan syarat sekolah harus setor Rp50 juta lebih dulu. Tragisnya, pihak sekolah langsung transfer tanpa verifikasi. Setelah uang masuk, nomor sang penipu lenyap, dan Pemko Solok memastikan tidak pernah ada program hibah tersebut.
Kuat dugaan, uang Rp50 juta yang dipakai untuk “tebusan hibah bodong” itu justru diambil dari dana Tabarat siswa. Jika benar, maka Tabungan Dunia Akhirat yang dikumpulkan dari keringat orang tua siswa telah diseret ke lubang hitam penipuan.
Kemarahan publik kian membara. Masyarakat menilai, bukannya mendidik anak dengan nilai-nilai agama dan kejujuran, MTsN Kota Solok justru memberi contoh buruk: memungut uang tanpa dasar, mengelola dana secara gelap, bahkan terjebak praktik penipuan yang memalukan.
“Kalau memang sukarela, harus jelas kemana arahnya, ada laporannya, transparan. Tapi kalau gelap, penuh misteri, itu pungli berjubah ibadah,” tegas Datuak Rangkayo Basa.
Kasus Tabarat ini kini menjadi bahan perbincangan hangat di Kota Solok. Masyarakat menuntut aparat hukum dan Kementerian Agama turun tangan. Publik menanti: apakah kasus ini akan diusut tuntas, atau kembali dibiarkan hilang ditelan angin?
(Laporan: Yudistira)