INformasinasional.com, JAKARTA – Aroma skandal kembali menyengat dikompleks parlemen Senayan. Isu dugaan ijazah palsu yang menyeret Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani, yang diadukan Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi (AMPK) membuat DPR tak punya pilihan selain membuka ruang pemeriksaan lebih dalam.
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, tak menampik bahwa laporan tersebut kini telah menjadi “bola panas” yang menggelinding ke meja Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). DPR, kata dia, siap menguliti laporan itu hingga tuntas.
“Kita lihat nanti. Kalau sudah ada pelaporan, biasanya pimpinan MKD bersurat ke pimpinan DPR. Karena koornya lewat kita di Koorkestra, tentu akan kita dalami. Kita akan lihat seperti apa laporannya,” kata Cucun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Cucun menegaskan, langkah-langkah formal akan bergerak sesuai prosedur. Bila diperlukan, terlapor dapat dipanggil dan dimintai klarifikasi. MKD, katanya, memiliki kewenangan penuh untuk memverifikasi dugaan pelanggaran tersebut.
“Kalau memang harus dipanggil, ya mekanismenya di MKD. MKD perlu memverifikasi apakah laporan itu layak ditindaklanjuti. Kita lihat nanti hasil pembicaraan dengan pimpinan MKD,” katanya.
Isu ini pertama kali dilempar oleh AMPK, yang secara resmi melaporkan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu hakim MK berinisial AS, yang mereka identifikasi sebagai Arsul Sani.
“Kami dari Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi hari ini mengadukan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh hakim MK berinisial AS,” kata Koordinator AMPK, Betran Sukani, digedung DPR RI, Senayan.
Menariknya, AMPK tidak hanya menyorot Arsul Sani. Mereka juga meminta MKD memeriksa pimpinan Komisi III DPR periode 2019–2024 formasi awal, yang dinilai bertanggung jawab dalam tahapan uji kelayakan calon hakim MK. Namun, perlu dicatat, fit and proper test Arsul Sani pada September 2023 dilakukan saat pimpinan Komisi III sudah berganti.
Karena itu, AMPK menilai ada potensi kelalaian, ketidaktelitian, atau bahkan penyimpangan prosedur dalam proses seleksi tersebut.
“Kami berharap MKD menindaklanjuti laporan ini. Kami ingin dugaan tersebut benar-benar didalami, terutama dari sisi proses di DPR. Kalau ada indikasi pelanggaran kode etik, harus dibuka,” tegas Betran.
Isu ijazah palsu yang menyeret hakim MK jelas bukan perkara sepele. MK adalah benteng konstitusi, tempat terakhir rakyat menaruh harapan atas keadilan. Tuduhan seperti ini, benar atau tidak mengguncang kepercayaan publik.
Kini, sorotan publik mengarah ke DPR dan MKD. Mampukah mereka mengurai persoalan ini tanpa kompromi?
Satu hal pasti, drama panas di Senayan baru saja dimulai.(Sumber: dtc)






Discussion about this post