INformasinasional.com, JAKARTA – RUU Perampasan Aset kembali menyeruak kepanggung politik Senayan. Kali ini, naskah yang telah berulang kali dipromosikan pemerintah itu resmi dititipkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2026. Namun, alih-alih disambut gegap gempita, publik justru menyambut dengan nada curiga.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding RUU ini kerap dimainkan sebagai “kartu penenang” tiap kali kritik publik menggelegar. “Setiap ada protes warga, pemerintah selalu menjanjikan percepatan RUU Perampasan Aset. Tapi faktanya, hingga kini tak kunjung rampung. Jangan-jangan hanya simbol untuk meredam kritik, bukan solusi atas akar persoalan,” sindir peneliti ICW, Wana Alamsyah, Minggu (7/9/2025).
Nama Wana bukan asing dalam jagat antikorupsi. Agustus lalu, ia bersama sejumlah pegiat menyeret dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025 ke meja KPK. Kini, ia menyorot ancaman lain, kemungkinan RUU Perampasan Aset mandek atau malah tumpul.
ICW mendesak pemerintah-DPR membuka penuh draf RUU dan naskah akademiknya kepada publik. “Jangan sampai justru kontraproduktif. Kalau serius, sertakan norma unexplained wealth, alat untuk memburu pejabat yang hartanya jomplang dengan LHKPN,” tegas Wana.
ICW mencatat, dari 1.718 terdakwa kasus korupsi sepanjang 2023, hanya 17 orang (0,99 persen) yang tersentuh UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Padahal, instrumen itu bisa dipakai menelusuri aliran uang kotor dan merampas hasil korupsi. “Sambil menunggu RUU ini, penegak hukum bisa gunakan UU TPPU. Presiden harus memaksa aparat bekerja lebih keras, bukan hanya melempar janji,” lanjutnya.
Diistana, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengaku Presiden Prabowo Subianto telah berulang kali mendorong DPR agar segera membahas RUU ini. “Pak Presiden tegas minta segera dibahas,” ujar Yusril, Kamis (5//2025).
Gayung bersambut diparlemen. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Ahmad Doli Kurnia, menyebut sangat mungkin RUU ini segera masuk revisi Prolegnas. Bahkan, DPR siap mengambil alih jika pemerintah lamban. “Kalau diserahkan jadi inisiatif DPR, kita siap,” katanya, Sabtu (6/9)/2025).
Namun sejarah politik hukum Indonesia mencatat: banyak RUU antikorupsi lahir lewat jalan berliku, bahkan mati di ruang sidang. Pertanyaannya, apakah RUU Perampasan Aset kali ini benar-benar menjadi senjata ampuh menjerat harta haram para koruptor? Atau lagi-lagi sekadar manuver politik untuk meredam kegaduhan, sebelum akhirnya terkubur bersama janji reformasi hukum yang tak pernah tuntas?
Satu hal pasti, publik kini menagih lebih dari sekadar retorika. Jika RUU ini kembali berakhir sebagai panggung sandiwara, bukan hanya koruptor yang tertawa, melainkan juga demokrasi yang kian kehilangan nyawanya.(Misn’t)






Discussion about this post