INformasinasional.com-KOTA SOLOK. Dugaan korupsi terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit mencuat di Kota Solok, menimbulkan pertanyaan besar mengenai tata kelola anggaran daerah. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat setelah munculnya fenomena tunda bayar proyek infrastruktur yang seharusnya didanai APBD 2024, sementara proyek lain dengan sumber dana serupa justru tetap berjalan.
Ketua Gerakan Pemuda Anti Korupsi (GEPAK) Solok, Bram Pratama, mengungkapkan kekecewaan masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) di Kota Solok. Menurutnya, lambatnya penanganan kasus dugaan korupsi menimbulkan kesan bahwa pihak berwenang menutup mata. “Banyak laporan masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan keuangan daerah yang diabaikan atau ditangani dengan sangat lambat,” tegasnya, Sabtu (15/2/2024)
Fenomena Tunda Bayar: Masalah Nasional, Dampak Lokal
Fenomena tunda bayar proyek di Kota Solok menjadi isu hangat di kalangan kontraktor sejak akhir 2024. Proyek-proyek yang telah selesai 100% sebelum masa kontrak berakhir belum juga menerima pembayaran, dengan total nilai mencapai miliaran rupiah di berbagai OPD. Pemerintah Kota Solok menyebutkan bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh belum tersalurkannya DBH dari pemerintah pusat dan provinsi.
Sebuah surat dari Wali Kota Solok tertanggal 31 Desember 2024 menyebutkan bahwa kekosongan kas daerah menjadi alasan utama penundaan pembayaran tersebut. Namun, pernyataan ini justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Bagaimana bisa anggaran yang telah dialokasikan dalam APBD mendadak tidak tersedia saat proyek selesai?
Proyek Jalan Kebun Sawit: Dianggap Janggal dan Sarat Kejanggalan
Di sisi lain, proyek pembangunan jalan dan drainase di kebun sawit di Payo, Kelurahan Tanah Garam, yang didanai dari DBH Sawit sebesar Rp6 miliar, tetap berjalan lancar. Lebih mencurigakan lagi, proyek ini diduga tidak melalui proses tender yang seharusnya. Bahkan, beberapa anggota DPRD Kota Solok mengaku tidak mengetahui adanya anggaran DBH Sawit sebesar itu.
“Bagaimana mungkin DPRD tidak mengetahui proyek dengan dana sebesar ini? Seharusnya setiap anggaran yang bersumber dari DBH dibahas dalam perencanaan APBD,” kata salah satu praktisi hukum yang enggan disebutkan namanya.
Regulasi DBH: Mengapa Tidak Untuk Tunda Bayar?
DBH seharusnya digunakan untuk kepentingan pembangunan daerah yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun, alih-alih digunakan untuk membayar proyek infrastruktur yang sudah selesai, dana ini justru dialihkan untuk pembangunan jalan di kebun sawit yang diduga milik pribadi.
Bram Pratama menegaskan bahwa masyarakat Kota Solok merasa dirugikan atas kebijakan ini. “Seharusnya DBH digunakan untuk mengatasi tunda bayar proyek yang telah selesai, bukan untuk kepentingan tertentu yang tidak jelas urgensinya,” ujarnya.
Tuntutan Publik: Transparansi dan Keberanian APH
Masyarakat Kota Solok kini mempertanyakan keberanian APH, baik kepolisian maupun Kejaksaan Negeri Solok, dalam mengusut dugaan korupsi ini. Transparansi dalam kebijakan publik menjadi tuntutan utama agar kasus ini tidak berakhir tanpa kejelasan.
“Di era digital ini, masyarakat tidak lagi buta dan tuli. Semua kebijakan harus transparan, tidak ada alasan keterbatasan informasi. APH harus menunjukkan nyali mereka dalam menegakkan hukum,” pungkas Bram
(Laporan: Yudistira)