INformasinasional.com – MEDAN.
Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP), bersama abang kandungnya, Iskandar Perangin-angin, segera menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan. Keduanya didakwa terlibat kasus suap senilai Rp68,4 miliar terkait proyek-proyek di Kabupaten Langkat.
Ketua PN Medan Kelas IA Khusus, Jon Sarman Saragih, melalui Panitera Muda (Panmud) Tipikor PN Medan, Monang Simanjuntak, mengonfirmasi bahwa persidangan akan dimulai pada Senin, 3 Februari 2025. “Pimpinan telah menunjuk Pak As’ad Rahim Lubis sebagai hakim ketua, didampingi anggota majelis Bu Nani Sukmawati dan Pak Gustap Paiyan Marpaung,” ujar Monang kepada wartawan, Kamis (16/1/2025).
Kasus Suap yang Menggurita
Berdasarkan berkas perkara, TRP, yang juga kader Partai Golkar, bersama Iskandar, diduga menerima suap dari rekanan proyek senilai total Rp68.402.393.455. Suap tersebut terkait pengadaan proyek di berbagai dinas Kabupaten Langkat, termasuk Dinas PUPR, Perkim, Pendidikan, Kesehatan, hingga Kelautan dan Perikanan untuk Tahun Anggaran 2020–2021.
Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 18 Januari 2022. Dalam OTT tersebut, penyidik KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp786 juta.
Riwayat Perkara TRP
Sebelumnya, pada Oktober 2022, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang diketuai Djuyamto telah menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada TRP. Ia juga didenda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan dan dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Terbit Rencana Perangin-angin, mantan Ketua DPRD Langkat 2014, dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Persidangan Perdana
Berkas perkara kedua terdakwa dilimpahkan ke PN Medan pada 13 Januari 2025. Agenda persidangan perdana adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di ranah pemerintahan daerah, sekaligus menjadi pengingat perlunya pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran publik. Masyarakat kini menanti proses hukum yang adil dan transparan terhadap kedua terdakwa.*